Dedi mengungkap ada beberapa pemicu degradasi moral generasi muda, mulai dari pengaruh arus informasi di era digital yang cukup deras, fisik atau motorik yang kurang bergerak, dan disrupsi kekinian lainnya.
Dedi menyoroti sejumlah faktor yang memengaruhi tumbuh kembang anak saat ini, di mana anak-anak sekarang jarang bergerak, lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai, mengonsumsi makanan instan, hidup di lingkungan yang sempit dan ekologinya sudah rusak.
Selain itu, ruang interaksi dengan orang tua juga makin terbatas, sementara pengaruh media sosial justru makin besar dan mudah masuk ke dalam kehidupan mereka.
"Jadi yang disebut hari ini kalau dulu terpapar radikalisme. Hari ini ancaman terpapar itu adalah virus yang dikembangkan melalui jaringan-jaringan. Kemudian menjadi tontonan dan itu memengaruhi, termasuk tawuran, pelecehan seksual, dan lain- lain," ucapnya.
Dedi mendorong bupati dan wali kota untuk memperhatikan dan mengimplementasikan rencana ini. Sedangkan dia mengklaim telah menyiapkan sekitar 200 psikolog untuk ditugaskan ke berbagai sekolah guna memperkuat fungsi bimbingan dan konseling yang selama ini hanya ditangani oleh guru BK.
"Saya sudah siapkan 200 psikolog untuk ditugaskan. Guru BK tidak cukup karena mereka bukan dilatih sebagai psikolog. Saya akan mengajak pula Bupati/Wali Kota. Hari ini menurut saya sudah semestinya di setiap sekolah ada psikolog, terutama SMA dan SMP karena tak mungkin lagi Guru BK, karena problemnya sudah akut," tuturnya.
Sebelumnya, seorang siswa kelas X SMA Negeri di Garut mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di rumahnya, Senin (14/7). Kejadian itu kemudian ramai dan menjadi perbincangan di media sosial karena diduga korban perundungan di sekolah.
Kepolisian Resor Garut sudah melakukan olah tempat kejadian perkara dan tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan, dan lebih mengarah dugaan bunuh diri dengan cara gantung diri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur Jabar tempatkan psikolog di sekolah antisipasi depresi siswa
