Cirebon (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon, Jawa Barat, memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam upaya menurunkan prevalensi stunting pada 2025 melalui intervensi yang menyasar sejak masa pranikah hingga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak.
“Pencegahan stunting tidak bisa dilakukan sendiri. Ini perlu kolaborasi antarsektor, dimulai sejak masa pranikah hingga anak berusia dua tahun,” kata Kepala DP3APPKB Kota Cirebon Suwarso Budi Winarno di Cirebon, Senin.
Menurut dia, masa 1.000 HPK menjadi periode paling krusial dalam pertumbuhan anak, sehingga pendampingan dan edukasi kepada calon pengantin serta keluarga muda menjadi prioritas.
Atas dasar tersebut pihaknya kini mulai memperkuat kolaborasi dengan seluruh perangkat daerah di Kota Cirebon untuk menurunkan kasus stunting.
Ia mencontohkan peran Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) dibutuhkan untuk mendukung penyediaan sanitasi layak, sedangkan Dinas Pendidikan memberikan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat kepada siswa sejak usia dini.
Dinas Kesehatan, kata dia, memiliki peran utama dalam layanan kesehatan ibu dan anak, termasuk intervensi gizi spesifik.
“Dinas Perikanan pun juga aktif dengan pProgram Gemarikan dan penguatan ketahanan pangan keluarga,” ujarnya.
Selain lintas perangkat daerah, kata dia, pemerintah pun melibatkan unsur kewilayahan untuk memperkuat pengawasan dan pendampingan pada tingkat masyarakat.
Ia menyebutkan seluruh camat dan lurah turut dilibatkan dalam mengawal pelaksanaan program pencegahan stunting di wilayah masing-masing, yang dijalankan melalui pendampingan intensif oleh kader tiap RW.
“Setiap RW ada kader keluarga yang terdiri dari kader PKK, kader Bangga Kencana, dan tenaga kesehatan. Mereka bertugas membangun perubahan perilaku masyarakat, terutama dalam pengasuhan anak,” katanya.