Puzzle yang sulit bagi anak-anak seusianya bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Tidak hanya itu, musik menjadi dunia lain yang membuat dunia Habibie lebih bersinar.
Nada dan irama, yang bagi orang lain mungkin hanya bunyi, menjadi bahasa yang dipahami anaknya itu dengan sempurna.
Akses pendidikan inklusif
Kini, Habibie sudah bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Kabupaten Cirebon. Di fasilitas itu, dia mendapatkan dukungan yang sangat dibutuhkan.
Di sana, siswa mendapatkan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Guru-gurunya memberikan pendidikan akademik sekaligus membantu mengembangkan potensi siswa.
Tenaga pengajar pada sekolah itu menyebutkan Habibie mulai mampu mengikuti arahan serta memahami konsep benar dan salah. Bagi Imas, kemajuan itu adalah hadiah terindah.
“Di SLB, anak saya sudah mampu mengikuti arahan dengan baik. Ia bahkan mulai memahami mana yang benar dan mana yang salah,” ungkapnya dengan penuh syukur.
Namun, di balik rasa syukurnya, Imas menyimpan harapan besar. Perhatian pemerintah pusat maupun daerah terhadap anak-anak difabel bisa lebih ditingkatkan, terutama di bidang pendidikan.
Ia menilai, selama ini, pendidikan inklusif di sekolah-sekolah umum masih belum merata. Padahal, anak-anak difabel membutuhkan lebih banyak ruang untuk mengakses pendidikan layak sesuai kebutuhannya.
Dia juga menginginkan agar momentum perhatian kepada anak-anak difabel tidak hanya terbatas pada program tertentu, tetapi harus menjadi prioritas berkelanjutan.
“Anak saya memang berbeda, tapi ia adalah anugerah. Saya yakin, dengan dukungan yang tepat, ia bisa mencapai apa pun yang diimpikan,” tuturnya.
Sementara berdasarkan data yang dihimpun, di Kabupaten Cirebon saat ini terdapat 14 SLB dengan dua sekolah berstatus negeri. Sisanya merupakan fasilitas pendidikan yang dikelola oleh lembaga swasta.