“Aku tuli, tetapi kemampuan aku sama dengan yang lain. Dengan bekerja di sini, aku merasa dihargai,” ujarnya menggunakan bahasa isyarat.
Bagi Alif, kesempatan magang ini adalah pintu awal untuk meraih mimpi-mimpinya, serta membahagiakan keluarganya.
Selain itu, menurut dia, belajar langsung dengan bekerja di pabrik bisa menjadi ajang atau bentuk pengakuan bahwa ia mampu setara.
Alif tidak sendiri, rekannya yang bernama Sri Rahayu pun mendapatkan kesempatan sama untuk magang di pabrik tersebut.
Sri Rahayu mengaku lingkungan kerja yang inklusif membuat proses adaptasinya di pabrik itu menjadi lebih mudah. Bahkan, para pekerja di lingkungan tersebut mau belajar bahasa isyarat sehingga membantunya untuk berkomunikasi.
Dengan semangat yang tinggi, kini Sri ingin membuktikan bahwa dirinya mampu bekerja setara dengan karyawan lainnya, karena keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk melangkah maju demi masa depan lebih baik.
Langkah inklusif dari industri
Kisah Alif dan Sri adalah bagian dari upaya dari perusahaan di Cirebon itu untuk memberikan kesempatan kerja bagi difabel.
Menurut Advisor PT Dharma Electrindo Manufacturing Dedi Setiadi, melibatkan difabel di industri manufaktur bukanlah perkara mudah. Namun, hasil yang mereka tunjukkan membuktikan bahwa peluang ini layak diberikan.
“Saat seleksi, hasilnya sangat signifikan. Mereka bisa menjawab 16 dari 20 pertanyaan yang kami berikan, di atas rata-rata,” katanya.
Dedi menjelaskan proses rekrutmen hingga pelatihan, termasuk menjaring peserta magang, dilakukan secara khusus untuk memastikan pekerja difabel mampu bekerja sesuai standar perusahaan.