Jakarta (ANTARA) - Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D. mengingatkan orang tua dan guru untuk selalu memberikan ruang imajinasi kepada anak-anak sehingga kemampuan berpikir tingkat lanjutnya (advanced thinking) terlatih dengan baik.
Ia mengingatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang lahir di era revolusi industri 5.0 akan berpotensi menggantikan manusia dalam hal tertentu. Untuk menghadapi tantangan itu, maka tiga kodrat manusia harus tetap dijaga salah satunya yaitu imajinasi.
“Imajinasi itu diciptakan dalam ruang-ruang kreatif. Bahkan seorang anak itu bisa mengimajinasikan sesuatu yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Dan AI belum punya kemampuan itu dan akan sulit punya kemampuan imajinasi itu,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Namun permasalahannya, ujarnya, imajinasi tersebut seolah-olah saat ini ditumpulkan dengan standar-standar tertentu di dalam sistem pendidikan. Banyak orang masih beranggapan bahwa aktivitas belajar berarti harus mengerjakan tugas sekolah dan keharusan-keharusan lainnya.
Orang tua juga kerap mengidealkan standar tertentu kepada anak, misalnya menaruh ekspektasi pada anak bahwa pekerjaan yang ideal di masa depan yaitu dokter atau posisi yang dianggap prestisius lainnya. Padahal, bisa saja anak-anak memiliki imajinasi lain tentang masa depannya yang sebelumnya tidak dibayangkan oleh orang tua.
Selain imajinasi, Novi mengingatkan orang tua maupun orang dewasa di lingkungan sekitar untuk tidak membunuh rasa ingin tahu pada anak. Dengan begitu, anak-anak akan membangun budaya atau kebiasaan untuk berani mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan.
Ia mengemukakan bahwa bertanya menjadi mesin utama bagi manusia untuk terus belajar ketika mereka dibiarkan untuk memiliki rasa ingin tahu.