Kemudian sumber utang luar negeri. Bisa berupa pinjaman dari lembaga keuangan internasional (Bank Dunia, IMF), pinjaman bilateral dari Pemerintah negara lain (G to G), dan penerbitan surat utang dalam mata uang asing untuk menarik investor asing.
Dana ini dapat digunakan untuk mendanai proyek pembangunan yang produktif dan memiliki syarat tertentu, seperti tingkat bunga dan jangka waktu pengembalian.
Utang luar negeri lebih rentan terhadap risiko nilai tukar dan suku bunga global, sehingga pemerintah berupaya untuk menurunkan ketergantungan, dibatasi hingga maksimal 30 persen proporsi.
Terkait pengelolaan risiko, manajemen utang dilakukan hati-hati agar risiko ekonomi makro bisa diminimalisir.
Ada risiko-risiko yang mungkin muncul di antaranya rasio nilai tukar dimana sebagian sebagian utang luar negeri dalam denominasi mata uang asing, sehingga fluktuasi nilai tukar bisa mempengaruhi besarnya kewajiban utang.
Kemudian risiko tingkat bunga yakni kenaikan suku bunga global bisa meningkatkan beban bunga utang, terutama untuk utang yang memiliki suku bunga mengambang.
Dan ada risiko pembiayaan ulang (refinancing).
Pemerintah harus memastikan utang yang jatuh tempo bisa dibayar atau diganti dengan utang baru tanpa menambah tekanan pada APBN.
Sementara terkait Sustainable Debt Management, dapat dijelaskan bahwa salah satu prinsip pengelolaan utang harus berkelanjutan, menjaga pembiayaan dari utang terkendali sehingga Undang-Undang membatasi besarnya tidak boleh melebihi 60 persen PDB dan disiplin mengelola kebijakan fiskal serta mengendalikan defisit anggaran tidak melebihi 3 persen per tahun.
Bila proporsional, utang bisa memberi dampak positif bagi perekonomian dengan memprioritaskan proyek produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Telaah - Memahami tata kelola uang negara
Selasa, 17 September 2024 10:05 WIB