Jakarta (ANTARA) - Operasional penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi telah berakhir, yang ditandai dengan kepulangan terakhir jamaah dari Embarkasi Kertajati, Jawa Barat, Kelompok Terbang (KJT-30) ke Indonesia.
Sejumlah elemen masyarakat menilai penyelenggaraan ibadah haji terbilang sukses dan lancar. Organisasi keagamaan seperti PBNU, Muhammadiyah, Persis, hingga Al Khairaat satu suara bahwa musim haji 2024 banyak mengalami perbaikan.
Begitu pula dengan jamaah haji yang menganggap bahwa penyelenggaraan haji telah berjalan lancar. Kendati ada sejumlah permasalahan, itu tidak berdampak signifikan terhadap seluruh rangkaian penyelenggaraan.
"Saya melihat haji tahun ini jauh lebih baik dari tahun kemarin, baik dari segi prasarana dan pelayanan," ujar Wakil Ketua MUI Anwar Abbas yang juga Amirul Hajj.
Hal itu juga diamini Wakil Ketua MPR Yandri Susanto, yang menyatakan bahwa kesuksesan penyelenggaraan haji tahun ini ditandai dengan lancarnya pelaksanaan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Tidak ada lagi jamaah yang telantar atau menumpuk karena menunggu bus jemputan, seperti yang terjadi di Muzdalifah tahun lalu. Tahun lalu, banyak peserta haji yang kepanasan dan kelaparan imbas macetnya jalan menuju Mina.
Bahkan proses mobilisasi jamaah dari Muzdalifah ke Mina berlangsung hingga siang hari. Sementara tahun ini, sekitar pukul 07.00 Waktu Arab Saudi, jamaah Indonesia telah diberangkatkan ke Mina tanpa ada yang tertinggal satu orang pun.
Pansus Angket Haji
Namun, kelancaran penyelenggaraan haji yang disampaikan sejumlah pihak dinilai sebaliknya, dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji. Inisiatornya yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Ada dua masalah utama yang disoroti oleh Pansus Hak Angket Haji, yakni kepadatan di Mina dan pengalihan alokasi kuota tambahan. Kedua permasalahan ini sebenarnya saling terhubung.
Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Tim Pengawas Haji 2024 menyebut sejumlah AC di tenda-tenda jamaah Indonesia di Mina tidak menyala. Selain itu, kondisi tenda yang padat dianggap dinilai tidak manusiawi bagi jamaah sehingga mereka harus berdesak-desakan.
Muhaimin mengatakan hal itu berdasarkan dari pemantauan langsung di lapangan. Akan tetapi, permasalahan yang disebutkan Muhaimin tersebut sebenarnya kasuistik dan mudah untuk diselesaikan.
Kepadatan di tenda jamaah haji, misalnya, saat itu memang ada kasus sebagian jamaah tidak kebagian tempat karena ruang yang sangat terbatas dan mereka harus berjubel satu sama lain.
Ketika petugas haji mendapat laporan tersebut, kasus itu bisa langsung diselesaikan dengan mendesak kepada Masyariq, operator yang ditunjuk otoritas Arab Saudi saat puncak haji, untuk memfungsikan tenda gudang. Tenda tersebut akhirnya bisa dipakai oleh jamaah haji Indonesia.
Namun, ujung pangkal yang dipermasalahkan ada pada distribusi alokasi kuota tambahan. Panwas Haji memandang pembagian 50:50 alokasi kuota tambahan (10 ribu haji reguler dan 10 ribu haji khusus) tidak sesuai dengan kesepakatan saat rapat kerja.
Timwas Haji menyebut alokasi kuota itu seharusnya diberikan kepada jamaah reguler yang telah menunggu selama belasan tahun sehingga dapat mengurangi antrean. Atas permasalahan tersebut, Timwas Haji sepakat membentuk Panwas Angket Haji.
Anggota DPR berpendapat bahwa Pansus Hak Angket Haji dibentuk untuk perbaikan penyelenggaraan ibadah haji ke depan.
"Kita ingin membangun ekosistem haji yang jauh lebih baik, transparan, komprehensif hulu-hilir, ramah lansia dan perempuan, serta memperkuat dimensi lain yang seharusnya juga diperkuat," ujar Anggota Pansus Hak Angket Haji DPR RI Luluk Nur Hamidah.
Keselamatan jiwa
Kementerian Agama memandang bahwa pembentukan Pansus Hak Anget Haji merupakan hak konstitusi. Akan tetapi, sebagian kelompok menyatakan bahwa evaluasi penyelenggaraan ibadah haji terlalu berlebihan jika lewat pembentukan pansus karena sebenarnya cukup di rapat Panitia Kerja (Panja) Haji.
Dua isu yang mencuat ini ditanggapi oleh Kementerian Agama. Distribusi alokasi tambahan, misalnya, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menyatakan Pasal 9 Undang-Undang Ibadah Haji menyebutkan bahwa menteri agamalah yang mengatur alokasi kuota tambahan itu.
Saat itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengalokasikan 10 ribu untuk jamaah haji reguler dan 10 ribu untuk jamaah haji khusus. Pembagian tersebut telah mendapat persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi dan dituangkan dalam MoU.
Nota kesepahaman tersebut menjadi landasan Kemenag dalam menyiapkan layanan. Hilman mengungkapkan bahwa pembagian tersebut sebenarnya telah dicoba untuk dikomunikasikan dengan DPR, namun prosesnya tidak tercapai.
Selain itu, pembagian alokasi ini juga berdasarkan simulasi matematis yang dilakukan Kemenag dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
Adapun pertimbangan Kemenag dan Kemenhaj Arab Saudi yakni berkaca pada wilayah Mina yang sangat terbatas, sementara jamaah Indonesia yang besar dan hanya ditempatkan di Sektor 3 dan 4. Jamaah Indonesia harus berbagi tempat dengan jamaah Asia Tenggara lainnya termasuk China.
Adapun Sektor 1 dan 2 diperuntukkan bagi jamaah haji khusus. Sementara Sektor 5 di wilayah Mina Jadid sudah tidak digunakan mengingat jarak yang sangat jauh ke Jamarot. Pembagian sektor di Mina sendiri merupakan kewenangan Pemerintah Saudi.
Maka, mau tidak mau harus ada jamaah yang bergeser dari tenda reguler ke tenda haji khusus, agar kepadatan tidak semakin menggila.
Mengingat luas Mina yang terbatas itu, Kemenag tidak bisa membayangkan kepadatan yang terjadi apabila 20 ribu kuota tambahan berjubel di tenda yang sempit. Dengan kuota reguler normal saja, tenda-tenda yang ditempati jamaah Indonesia sudah penuh sesak.
Alasan keselamatan jiwa menjadi faktor utama Kemenag dan Kemenhaj Arab Saudi menyetujui pembagian alokasi kuota tambahan dibagi secara merata. Mereka tak ingin karena gara-gara egoisme malah menjadi petaka.
Banyak yang mendorong agar pemondokan Mina dibuat bertingkat, seperti halnya tempat lempar jumrah. Namun, yang patut digarisbawahi bahwa pembangunan di Mina sepenuhnya kewenangan Pemerintah Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia tidak bisa mendesak Arab Saudi untuk menambah luas Mina. Oleh karena itu, tidak tepat jika kritik itu disampaikan kepada Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama.
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj yang juga ahli hukum UIN Jakarta menyebutkan bahwa apa yang dilakukan Kementerian Agama tidaklah salah.
Mengutip Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 terutama Pasal 9, ia menyebutkan pembagian kuota haji tambahan diatur atau ditetapkan oleh Menteri Agama sehingga ketika kuota tambahan sebesar 20 ribu dibagi rata, 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu haji khusus, itu tidak menyalahi regulasi.
Muatan politis
Evaluasi penyelenggaraan ibadah haji memang wajib dilakukan. Perbaikan layanan wajib menjadi prioritas agar penyelenggaraan berikutnya bisa lebih baik.
Pebih dari itu, Pansus Hak Angket Haji jangan sampai dijadikan sebagai komoditas politik seperti yang dikhawatirkan para petinggi ormas-ormas keagamaan.
"Pelaksanaan hak angket hendaknya diletakkan dalam kepentingan memperbaiki pelaksanaan dan pelayanan haji, bukan untuk kepentingan atau rivalitas politik perseorangan," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Begitu pula dengan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang memandang bahwa pembentukan Pansus Hak Angket Haji ini kental bermuatan politis. Apalagi hubungan Muhaimin Iskandar dan Yaqut Cholil Qoumas ditengarai sedang tidak baik-baik saja.
Dugaan itu terus menguat, apalagi sejak Muhaimin Iskandar menyebut-nyebut nama Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid untuk menjadi Menteri Agama dan sosoknya dinilai bisa menyelesaikan sengkarut haji, yang disampaikan saat Mukernas PKB di Jakarta beberapa waktu lalu.
Pengasuh Pondok Pesantren Buntet Cirebon KH Adib Rofiuddin Izza menyayangkan hadirnya Pansus Hak Angket Haji ini. Ia juga memandang pembentukan Pansus kenal akan aroma politik, utamanya untuk menjatuhkan satu pihak.
Bahkan menurutnya, Pansus Angket Haji ini tidak begitu mendesak untuk dilaksanakan, banyak hal yang sebenarnya bisa dipansuskan. Ia mencontohkan judi online yang justru penting untuk diusut secara besar-besaran.
"Ada judi online, kenapa enggak (dipansuskan)?," kata Adib.
Direktur Center for Economic and Democracy Studies (Cedes) Zaenul Ula menilai aroma politik terasa kental mewarnai putusan Rapat Paripurna Pengesahan Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji.
Prosedur pembentukan Pansus Angket Haji, menurut dia, terkesan buru-buru, seperti mengejar waktu. Padahal, saat proses ketuk palu, operasional pelaksanaan haji yang mau dievaluasi belum selesai.
Bahkan ia menduga ada sesuatu yang tersembunyi karena adanya indikasi rivalitas kelompok yang mencoba memanfaatkan institusi DPR untuk melakukan tekanan secara politik.
Di tengah hiruk-pikuk serta pro dan kontra pembentukan Pansus Hak Angket Haji, kesuksesan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 tetap patut diapresiasi dengan segudang inovasi yang menyertainya.
Akan tetapi, evaluasi juga perlu dilakukan demi penyelenggaraan ke depan yang lebih baik.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pansus Hak Angket Haji, antara evaluasi dan aroma politisasi
Pansus Pansus Hak Angket Haji, antara evaluasi dan aroma politisasi
Senin, 5 Agustus 2024 19:25 WIB