Jakarta (ANTARA) - Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) mengatakan, klaim 'rokok elektronik 95 persen lebih aman' yang kerap digaungkan, ternyata tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, dan merupakan hasil keterlibatan manipulatif dengan sejumlah 'oknum' akademisi guna memperkuat narasi tersebut.
“Klaim ini berasal dari artikel yang ditulis oleh David Nutt dkk. di Jurnal European Addiction Research dengan menggunakan metode Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) terhadap 12 produk tembakau dengan 14 kriteria bahaya menurut penilaian peneliti, dan bukan hasil uji komposisi produk di laboratorium," kata Ketua RUKKI Mouhamad Bigwanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dia menyebutkan bahwa panel ahli yang terlibat pun memiliki konflik kepentingan dengan industri rokok.
“Industri rokok menggunakan berbagai cara untuk menghindari regulasi yang ada, termasuk membangun hubungan strategis dengan akademisi dan peneliti. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat citra mereka, tetapi juga memberikan legitimasi palsu pada produk yang seharusnya diawasi lebih ketat,” kata Bigwanto.
Dia menjelaskan, popularitas rokok elektronik di Indonesia terus meningkat, terutama di kalangan orang muda, dengan angka prevalensi yang melonjak tajam dalam satu dekade terakhir. Produk yang awalnya dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman, kini menunjukkan risiko kesehatan serius.
"Di saat Vietnam bersiap melarang peredaran rokok elektronik secara total pada 2025, Indonesia justru menghadapi ancaman yang lebih rumit, yaitu keterlibatan sejumlah ‘oknum’ akademisi dan lembaga riset dalam memperkuat narasi yang menyesatkan dari industri," katanya.
Dia mencontohkan, kolaborasi beberapa peneliti dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) dengan Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHar), di mana lembaga ini mendapatkan dana dari Philip Morris International, perusahaan tembakau asal Amerika Serikat, lewat lembaga internasional bernama Foundation for a Smoke-Free World (FSFW) yang sekarang berubah nama menjadi Global Action to End Smoking.