Jakarta (ANTARA) - Berjumpa dengan Ka'bah adalah kerinduan setiap Muslim di seluruh penjuru dunia. Miliaran manusia berangkat menemui Ka'bah melalui ibadah haji atau umrah, setiap tahun.
Bagaimanakah perjumpaan itu dirasakan setiap insan? Tentu setiap manusia memiliki pengalaman spiritual yang berbeda-beda, sehingga gambaran emosi perjumpaan itu pasti beragam.
Setiap jamaah haji yang pulang ke negerinya akan bercerita dengan beragam versi, baik lisan maupun tulisan. Ayah bercerita pada istri dan anaknya hingga kerabat-kerabatnya. Tetangga berkabar pada tetangganya. Guru berkisah pada muridnya. Para kiai bertutur pada para jamaahnya.
Barangkali belum ada sebuah catatan ringkas yang menjelaskan perjumpaan dengan Ka'bah segamblang dan seberani yang ditulis Dr. Ali Shariati, cendekiawan Muslim asal Iran, dalam bukunya berjudul "Haji" yang terbit pertama kali pada 1978.
Buku itu juga mengurai makna haji dengan luar biasa. Buku ini bukan sebuah manasik haji biasa yang banyak diterbitkan dalam berbagai bahasa. Catatan itu mengungkap makna-makna di balik ritual haji yang dilakukan semua anak manusia di musim haji.
Buku itu pula yang kembali penulis baca sebelum menjadi Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH). Banyak jamaah asal Indonesia yang menunaikan haji tahun ini menunggu waktu untuk menunaikan ibadah haji hingga 12-14 tahun.
Sepanjang waktu itu jamaah menabung dan mempersiapkan diri agar mampu secara finansial dan fisik mampu berjumpa langsung dengan Ka'bah dan wukuf di Arafah. Kini lama mengantre dapat mencapai 24 tahun.
Kerinduan melihat Ka'bah itu seperti kerinduan kekasih berjumpa dengan yang dikasihinya. Namun, ketika berjumpa langsung dengan Ka'bah, Dr. Ali Shariati menulis secara implisit bahwa kerinduan itu seperti kontradiktif.
Bagian atas Ka'bah memang diselimuti kiswah, kain hitam penutup, buatan manusia yang indah, tetapi sejatinya Ka'bah hanyalah bangunan persegi dan kosong yang terbuat dari batu-batu hitam keras yang tersusun sederhana dengan penutup celah-celah bahan berwarna putih. Batu-batu hitam tersebut berasal dari ajun atau bukit yang tersebar di seputaran Kota Makkah.