Kota Bogor (ANTARA) - Memiliki wilayah seluas 111,4 kilometer persegi, Kota Bogor, Jawa Barat, dilintasi dua sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane. Dua sungai ini--termasuk anak-anak sungai, saluran irigasi, serta mata air--menjadi sumber daya air untuk mencukupi kebutuhan 1,1 juta warga Kota Bogor.
Untuk mengetahui baik buruknya kualitas air, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor melakukan pemantauan, pengujian, dan penghitungan indeks kualitas air berdasar pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 27 Tahun 2021.
Selama 5 tahun terakhir ini, indeks kualitas air di Kota Bogor masuk kategori sedang dengan rentang poin antara 50 hingga 70. Adapun pada 2023, poin kualitas air di Kota Bogor berada di angka 51,39.
Di Kota Hujan ini, pengujian indeks kualitas air dilakukan pada akhir tahun, antara musim panas dan musim hujan. Pada musim hujan, kuantitas air tentu lebih banyak, tapi juga memengaruhi kualitasnya.
Tahun 1918, Kota Bogor memiliki sistem pelayanan air minum yang dibangun oleh Belanda, dengan nama "Gemeentelijke Warerleiding Te Buitenzorg".
Lalu pada 1977, berdiri Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM ) Kota Bogor, setelah 10 tahun sebelumnya dibangun Reservoir Cipaku dan mata air Bantar Kambing.
Pada 2019 setelah pembangunan bengkel meter, laboratorium, beberapa Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan Water Treatment Plant (WTP) pada tahun-tahun sebelumnya, PDAM berganti nama menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Pakuan.
Direktur Teknik Perumda Tirta Pakuan Ardani Yusuf menyebut saat ini cakupan pelayanan Tirta Pakuan mencapai 62,09 persen dari seluruh rumah tangga di Kota Bogor atau sekitar 178.000 pelanggan.
Perumda Tirta Pakuan memanfaatkan air baku dari dua sungai besar dengan rincian, dari Sungai Cisadane sebanyak 2.100 liter per detik dan dari Sungai Ciliwung sebanyak 300 liter per detik, termasuk dari beberapa mata air dan anak sungai.
Sebanyak 178.000 rumah yang memiliki sambungan air bersih dari Perumda Tirta Pakuan itu tersebar di tujuh zona pelayanan dengan total produksi air sebanyak 2.631 liter per detik.
Permasalahan sumber daya air di Kota Bogor
Sebagai kawasan berkembang, Kota Bogor menghadapi permasalahan umum, yaitu banjir saat musim hujan dan kekurangan air bersih saat musim kemarau.
Pada saat fenomena El Nino tahun lalu, kualitas air yang diolah Perumda Tirta Pakuan sempat terdampak, yakni saat peralihan dari musim kemarau panjang ke musim hujan.
Pada hulu Sungai Ciliwung dan Cisadane, tumbuhan yang terdampak kemarau panjang mengalami pembusukan dan terbawa hujan besar. Alhasil, air yang dihasilkan menjadi bau dan kurang nyaman untuk digunakan.
Perumda Tirta Pakuan pun mengantisipasinya dengan menambah pembubuhan disinfektan pada takaran sedikit lebih tinggi dari biasanya. Lantaran di dalam sungai yang menjadi andalan air baku terdapat banyak tumbuhan busuk.
Yulianti Juhendah, Pengelola Sumber Daya Air (SDA) Ahli Muda pada Unit pelaksana Teknis daerah (UPTD) pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, menyampaikan meskipun memiliki curah hujan rata-rata bulanan yang tinggi, Kota Bogor tetap membutuhkan sistem manajemen sumber daya air yang berkelanjutan.
Sistem manajemen berkelanjutan dibutuhkan untuk mengetahui kondisi eksisting kuantitas dan kualitas sumber daya air permukaan di Kota Bogor.
Untuk itu, ia menilai perlu ada penyusunan rekomendasi strategi pengelolaan sumber daya air permukaan yang berkelanjutan di Kota Bogor.
Sebab, melihat dan memperhatikan faktor pertambahan jumlah penduduk yang cepat, serta adanya alih fungsi lahan di Kota Bogor, hal itu akan berdampak pada kemampuan resapan air akibat bertambahnya luas tutupan lahan.
Belum lagi sumber pencemar yang ada di Kota Bogor, yakni dari limbah air dari rumah tangga dan kegiatan usaha. Oleh karena itu, para pelaku usaha di Kota Bogor harus punya persetujuan teknis air limbah dan menyusun dokumen lingkungan.
Pada akhir Maret 2024, misalnya, aliran air Sungai Ciliwung di Kelurahan Kedung Halang sempat tercemar oleh bahan baku sabun. Dari hasil verifikasi DLH di lapangan, di lokasi ditemukan bahwa terdapat bahan baku untuk membuat sabun yakni cocamide dea merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), namun bukan limbah B3.
Program pengelolaan sumber daya air
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor menjadi instansi yang menangani sumber daya air di kota ini.
Kepala Dinas PUPR Kota Bogor Rena Da Frina menyampaikan, dalam menjaga, melestarikan, dan melakukan intervensi dari sisi perawatan dan pemeliharaan dilakukan juga secara kolaboratif dan bersinergi dengan Dinas SDA Provinsi Jawa Barat.
Sinergi dan koordinasi juga dilakukan Pemerintah Kota dengan Pemerintah Kabupaten Bogor yang wilayahnya beririsan dengan Kota Bogor.
Dengan demikian, titik-titik sumber daya air di Kota Bogor tetap terjaga dan terpelihara. Untuk pemeliharaan dan tanggung jawab juga berkoordinasi dengan Provinsi Jawa Barat.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan (PPL), Konservasi dan Perubahan Iklim (KPI) DLH Kota Bogor, Muhamad Haris, menyebutkan DLH memiliki sejumlah program dalam menjaga kualitas sumber daya air mulai dari program Kali Bersih, penanganan sampah di sekitar bantaran sungai, sosialisasi masyarakat terkait limbah air, hingga kolaborasi dengan para pemangku kepentingan.
DLH bekerja sama dengan Dinas PUPR menyediakan infrastruktur instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk limbah domestik atau rumah tangga.
Salah satu IPAL domestik ada di Kelurahan Tegal Gundil, agar limbah domestik seperti air bekas mencuci, air toilet, dan sebagainya bisa diolah agar tidak mencemari air. Ke depan, akan dibangun juga IPAL skala kota di Kelurahan Kayumanis.
Adapun untuk bidang usaha dan industri, DLH terus memantau dan meningkatkan pengawasan. Apalagi para pelaku usaha harus memiliki perizinan.
Pemantauan dan pengawasan ini dilakukan baik pada sumber daya air di air permukaan dan air tanah. Sebab, apabila limbah tidak diolah sebelum dibuang, bisa diserap oleh tanah dan mencemari air tanah yang dimanfaatkan oleh warga.
UPTD PSDA Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane turut melakukan pengelolaan dengan kegiatan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan rehabilitasi pada sumber daya air yang ada sesuai kewenangannya, yang tercantum dalam UU No. 17 Tahun 2019 tentang sumber daya air, pembaruan dari UU No.7 Tahun 2004.
Selain menjalankan program-program tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah Kota Bogor menargetkan 100 persen rumah tangga di Kota Bogor dapat mengonsumsi air bersih melalui perpipaan, dengan mengandalkan Perumda Tirta Pakuan untuk melayani seluruh warga Kota Bogor.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengelola sumber daya air berkelanjutan di Kota Hujan