Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah menyiapkan strategi untuk pengentasan masalah kemiskinan ekstrem dan stunting atau kekurangan gizi.
Ditemui seusai pembukaan rakor Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) dalam rangkaian pengentasan kemiskinan di Soreang, Kabupaten Bandung, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman menyebutkan ada tiga strategi untuk melakukan skema percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Jabar, yang pertama, melalui penurunan beban pengeluaran masyarakat.
"Kurangi beban pengeluaran, antara lain pastikan masyarakat miskin, terutama miskin ekstrem mendapatkan perlindungan, bantuan, dan jaminan sosial sehingga beban pengeluarannya bisa diminimalisasi," kata Herman, Selasa.
Kedua, lanjut dia, meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dengan mempermudah aksesibilitas terhadap permodalan dan izin usaha.
Ini mendorong pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sehingga masyarakat miskin tidak banyak yang lari ke "bank emok" atau rentenir.
"Jadi yang miskin harus diberikan kemudahan untuk mengakses lembaga-lembaga keuangan formal. Oleh karena itu kita akan fasilitasi juga masyarakat miskin agar literate, kemudian punya persyaratan-persyaratan minimal untuk usaha serta memiliki NIB. Untuk akselerasi sehingga yang miskin bisa mengakses keuangan formal, berbasis syariah, yang tentu dengan jasa yang murah dan sangat kompetitif. Insyaallah, yang miskin bisa meningkatkan pendapatannya," ujar Herman.
Ketiga, adalah meminimalkan wilayah kantong kemiskinan melalui kolaborasi bersama program strategis kabupaten/kota maupun provinsi. Sedangkan, untuk penurunan stunting, Herman menyebutkan ada dua strategi sederhana yang harus rutin diupayakan di lapangan.
Pertama, sebelum kelahiran pada ibu hamil, pastikan ibu hamil mendapatkan tablet tambah darah, juga memeriksakan diri ke petugas kesehatan minimal enam kali serta mendapatkan protein hewani seperti telur, daging, ikan, dan susu.
Kemudian yang kedua, setelah kelahiran, sasarannya adalah balita 0-6 bulan untuk dipastikan mendapatkan ASI eksklusif.
Balita 7-24 bulan supaya dipastikan selain mendapatkan asi, juga menerima Makanan Pendamping ASI (MP ASI), dan protein hewani.
"Saya kira sederhana saja, tetapi yang menjadi sulit adalah eksekusinya, dan itu butuh komitmen dari pemprov, pemkab/pemkot. Ayo kita bareng-bareng eksekusi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Herman, penanganan untuk masalah kemiskinan ekstrem dan stunting di Jabar secara signifikan, harus dilakukan mulai dari hulu sampai hilir, yakni dari remaja, pasangan usia subur/calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-59 bulan.
"Entaskan kemiskinan, wujudkan zero new stunting. Insyaallah, angka kemiskinan dan stunting di Jabar akan menurun. Sekali lagi angka Jawa Barat adalah agregasi kabupaten dan kota. Oleh karena itu bersama-sama, kuncinya adalah sinergi, kolaborasi atau dalam bahasa Sunda adalah sabilulungan karena Jabar bukan Superman, tetapi membutuhkan supertim," tuturnya menambahkan. Rakor Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) dalam rangkaian pengentasan kemiskinan di Soreang, Kabupaten Bandung ini bertujuan untuk membangun sinergi antarperangkat daerah di 27 kota/kabupaten.
Ini dalam upaya peningkatan pemahaman fungsi dan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk pengentasan kemiskinan di Jabar.
Hadir dalam rakor tersebut para sekretaris daerah dan kepala perangkat daerah terkait dari 27 kota/kabupaten se-Jawa Barat.
Ditemui seusai pembukaan rakor Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) dalam rangkaian pengentasan kemiskinan di Soreang, Kabupaten Bandung, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman menyebutkan ada tiga strategi untuk melakukan skema percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Jabar, yang pertama, melalui penurunan beban pengeluaran masyarakat.
"Kurangi beban pengeluaran, antara lain pastikan masyarakat miskin, terutama miskin ekstrem mendapatkan perlindungan, bantuan, dan jaminan sosial sehingga beban pengeluarannya bisa diminimalisasi," kata Herman, Selasa.
Kedua, lanjut dia, meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dengan mempermudah aksesibilitas terhadap permodalan dan izin usaha.
Ini mendorong pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sehingga masyarakat miskin tidak banyak yang lari ke "bank emok" atau rentenir.
"Jadi yang miskin harus diberikan kemudahan untuk mengakses lembaga-lembaga keuangan formal. Oleh karena itu kita akan fasilitasi juga masyarakat miskin agar literate, kemudian punya persyaratan-persyaratan minimal untuk usaha serta memiliki NIB. Untuk akselerasi sehingga yang miskin bisa mengakses keuangan formal, berbasis syariah, yang tentu dengan jasa yang murah dan sangat kompetitif. Insyaallah, yang miskin bisa meningkatkan pendapatannya," ujar Herman.
Ketiga, adalah meminimalkan wilayah kantong kemiskinan melalui kolaborasi bersama program strategis kabupaten/kota maupun provinsi. Sedangkan, untuk penurunan stunting, Herman menyebutkan ada dua strategi sederhana yang harus rutin diupayakan di lapangan.
Pertama, sebelum kelahiran pada ibu hamil, pastikan ibu hamil mendapatkan tablet tambah darah, juga memeriksakan diri ke petugas kesehatan minimal enam kali serta mendapatkan protein hewani seperti telur, daging, ikan, dan susu.
Kemudian yang kedua, setelah kelahiran, sasarannya adalah balita 0-6 bulan untuk dipastikan mendapatkan ASI eksklusif.
Balita 7-24 bulan supaya dipastikan selain mendapatkan asi, juga menerima Makanan Pendamping ASI (MP ASI), dan protein hewani.
"Saya kira sederhana saja, tetapi yang menjadi sulit adalah eksekusinya, dan itu butuh komitmen dari pemprov, pemkab/pemkot. Ayo kita bareng-bareng eksekusi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Herman, penanganan untuk masalah kemiskinan ekstrem dan stunting di Jabar secara signifikan, harus dilakukan mulai dari hulu sampai hilir, yakni dari remaja, pasangan usia subur/calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-59 bulan.
"Entaskan kemiskinan, wujudkan zero new stunting. Insyaallah, angka kemiskinan dan stunting di Jabar akan menurun. Sekali lagi angka Jawa Barat adalah agregasi kabupaten dan kota. Oleh karena itu bersama-sama, kuncinya adalah sinergi, kolaborasi atau dalam bahasa Sunda adalah sabilulungan karena Jabar bukan Superman, tetapi membutuhkan supertim," tuturnya menambahkan. Rakor Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) dalam rangkaian pengentasan kemiskinan di Soreang, Kabupaten Bandung ini bertujuan untuk membangun sinergi antarperangkat daerah di 27 kota/kabupaten.
Ini dalam upaya peningkatan pemahaman fungsi dan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk pengentasan kemiskinan di Jabar.
Hadir dalam rakor tersebut para sekretaris daerah dan kepala perangkat daerah terkait dari 27 kota/kabupaten se-Jawa Barat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jabar siapkan strategi entaskan kemiskinan ekstrem dan stunting