Jakarta (ANTARA) - Masih hangat dalam ingatan saat sebagian wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, luluh lantak akibat diguncang gempa darat magnitudo 5,6 dengan kedalaman 10 kilometer pada 21 November 2022, pukul 13.21 WIB.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pemerintah Kabupaten Cianjur mengonfirmasikan bahwa korban meninggal dunia mencapai sekitar 600 orang yang tersebar di sejumlah desa di Kecamatan Pacet, Cugenang, Cianjur, dan Warungkondang.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, gempa merusak itu disebabkan oleh sesar/patahan Cugenang. Area sesar Cugenang memanjang seluas kurang lebih sembilan kilometer persegi.
"Ini adalah sesar yang baru teridentifikasi dalam survei yang dilakukan BMKG," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan.
Jalur patahan tersebut ada di wilayah Cugenang, sehingga dinamakan Sesar Cugenang. BMKG awalnya menduga gempa disebabkan aktivitas Sesar Cimandiri, karena pusat gempa berada di dekat sesar tersebut.
Setelah dilakukan analisis focal mechanism dan sebaran titik gempa-gempa susulan, analisis citra satelit dan foto udara, serta pola sebaran dan karakteristik surface rupture (retakan/rekahan permukaan tanah), sebaran titik longsor, kelurusan morfologi, dan pola sebaran kerusakan bangunan, disimpulkan bahwa gempa Cianjur disebabkan oleh sesar baru Cugenang.
Namun sejumlah pihak menyebut bahwa sesar atau patahan tersebut harus diteliti lebih jauh untuk memastikan garis patahan di bawah permukaan tanah.
Koordinator Geologi Gempa Bumi dan Tsunami PVMBG Supartoyo mengatakan, ada dua pola pergerakan patahan di Cianjur yakni yang mengarah ke utara-selatan dan barat-timur. Karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam untuk memastikan jalur maupun pola patahan.