"Kalau berbicara Umbu, setiap orang akan berbeda-beda ceritanya. Seolah-olah tak ada habisnya. Itulah uniknya," kata Abenk, pegiat seni dan sastra yang pernah merasakan gemblengan Umbu saat masih kuliah di Universitas Udayana.
Abeng menyebutkan puisi karya Umbu itu hanya berbentuk secarik kertas yang diberikan dan dipaksa untuk menghapal. Tulisannya berupa tulisan tangan yang indah dengan huruf sambung.
Seusai itu, kertas yang diberikan langsung dirobeknya. Menyisakan hapalan larik atau bait puisi di dalam benak Bang Abenk. "Itu uniknya, " katanya menegaskan.
Sehingga tidak salah, dirinya pernah mendengar cerita saat seluruh karya puisi Umbu Landu Paranggi hendak akan diterbitkan di majalah sastra "Horison", lalu "diculik" kembali sebelum dicetak.
Ia juga menceritakan dirinya pernah didatangi Umbu Landu Paranggi yang mendapatkan informasi rekan sesama berkegiatan seni dan sastra, Sapardi Djoko Damono tengah berada di Bali.
"Abeng, benar ada Sapardi Djoko Damono. Kenapa kau tidak beritahu aku. Sekarang antarkan aku ke sana, " kata Abenk mengutip omongan Umbu Landu Paranggi.