Bandung (ANTARA) - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat mengungkapkan komunikasi lewat media sosial (medsos) yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyebabkan pro dan kontra kebijakannya soal pengiriman murid ke barak militer untuk pendidikan karakter.
Menurut Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Barat, Dan Satriana, opini mendukung dan mengkritik yang sejatinya partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, dipengaruhi oleh penyampaian informasi yang tidak lengkap oleh Pemprov Jabar melalui sosial media.
"Sebagian besar informasi program diperoleh masyarakat melalui pernyataan lisan Gubernur Jawa Barat di berbagai media sosial yang tentunya tidak dapat memuat informasi lengkap," kata Dan Satriana dalam pesan singkatnya di Bandung, Rabu.
Meskipun, kata dia, selanjutnya disosialisasikan oleh Surat Edaran Gubernur Jawa Barat tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya, tetapi masih belum memberikan informasi lengkap mengenai tujuan, sasaran, dan pelaksanaan pembinaan khusus ini.
"Padahal keterbukaan sebagai salah satu asas pelayanan publik, penting untuk mewujudkan kepastian hukum serta meningkatkan kualitas partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik," ujarnya.
Selanjutnya, kriteria murid yang menjadi sasaran pembinaan khusus ini, kata Dan Satriana, masih perlu diperjelas lagi, meski dalam surat edaran tersebut memang telah disebutkan sasaran program adalah peserta didik yang memiliki "perilaku khusus" berikut contohnya.
Namun dalam salah satu tayangan media sosial yang memuat dialog Gubernur Jawa Barat dengan salah seorang peserta pembinaan khusus ini, terungkap bahwa murid tersebut mengaku sukarela mengikuti program ini, dengan alasan yang tidak sesuai dengan kriteria yang disampaikan oleh gubernur maupun disebutkan dalam surat edaran gubernur.
"Karenanya, berdasarkan contoh tersebut, Pemprov perlu memperjelas kriteria sasaran pembinaan khusus ini. Hal ini diperlukan juga untuk memastikan proses pendataan peserta dan mengukur pencapaian tujuan pembinaan khusus. Selain itu kepastian sasaran akan mengurangi potensi maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini," katanya.
Dari sisi penyelenggaraan publik, kata Dan Satriana, pembinaan khusus yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mempertimbangkan rangkaian bentuk perlindungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa perlindungan khusus bagi anak dengan perilaku sosial menyimpang dilakukan melalui bimbingan nilai agama dan nilai sosial, konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial dengan melibatkan peran orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan, dan lembaga keagamaan.