Jakarta (ANTARA) - Harga Bitcoin kembali menguat dengan menembus angka 93.000 dolar AS atau sekitar Rp1,56 miliar pada pekan ini di tengah ketidakpastian makroekonomi global.
CEO Indodax Oscar Darmawan, menilai lonjakan harga Bitcoin bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan buah dari adopsi jangka panjang dan kepercayaan publik terhadap aset digital yang semakin besar.
"Bitcoin sedang mengalami validasi ulang sebagai aset safe haven. Ketika dunia dihantui inflasi, gejolak geopolitik, dan ketidakpastian suku bunga, justru BTC memperlihatkan ketahanannya. Ini bukan hanya tren, ini pergeseran paradigma," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, lonjakan harga Bitcoin kali ini tidak didominasi oleh spekulasi ritel semata, namun investor besar dan institusi menjadi pendorong utama kenaikan harga, yang berarti adopsi Bitcoin sudah memasuki fase kedewasaan baru.
Selain itu, tambahnya, pergerakan Altcoin juga memperlihatkan tren positif meski tidak setinggi Bitcoin. Ethereum naik 13 persen dalam sepekan terakhir menjadi sekitar 1.790 dolar AS, Solana melonjak 4,2 persen di angka sekitar 151 dolar AS, dan Polygon bahkan naik hingga 10 persen di angka sekitar 4,08 dolar AS.
Namun demikian, Oscar menyarankan agar lonjakan harga ini menjadi sinyal kuat bagi investor ritel di Indonesia untuk tidak tergesa-gesa mengambil keuntungan jangka pendek.
Ia mengimbau agar masyarakat mulai membangun strategi investasi jangka panjang yang berlandaskan kesabaran dan kepercayaan terhadap fundamental Bitcoin.
"Jangan tergoda untuk panic selling saat harga naik. Justru sekarang adalah saat untuk mempertahankan aset," katanya.
Sejarah menunjukkan, lanjutnya, mereka yang "diamond hand", yang sabar dan tidak mudah tergoda, adalah yang meraih keuntungan terbesar.
Ia juga mengingatkan bahwa proyeksi jangka panjang Bitcoin sangat menjanjikan. Standard Chartered masih mempertahankan prediksi bahwa harga Bitcoin bisa mencapai 200.000 dolar AS (sekitar Rp3,37 miliar) pada akhir 2025.