Pelaku meminta korban membayar biaya sebesar Rp275.000 untuk pengurusan cek kuitansi agar paket bisa dikeluarkan. Pelaku juga menggunakan foto profil berpakaian dinas Bea Cukai untuk meyakinkan korban. Setelah uang ditransfer, pelaku tidak lagi merespons dan pesan- pesan sebelumnya dihapus.
“Pola ini memperbesar risiko penipuan karena transaksi dilakukan di luar platform yang memiliki sistem perlindungan konsumen, sehingga menyulitkan pelacakan dan pengembalian dana jika terjadi kerugian atau penipuan,” kata Budi.
Menurut data Bea Cukai hingga Februari 2025, pengaduan kasus penipuan menunjukkan tren kenaikan dari sisi jumlah pengaduan yang diterima, yaitu 654 pengaduan atau mengalami kenaikan sebesar 9 persen bila dibandingkan dengan jumlah pengaduan bulan Januari 2025, yaitu sebanyak 598.
Modus penipuan terbanyak selama bulan Februari adalah online shop fiktif dengan jumlah 342 kasus.
Untuk menghindari risiko penipuan, Budi mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan jangan langsung mengirim uang. Kemudian, verifikasi informasi melalui kanal resmi Bea Cukai, seperti Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225, atau media sosial @beacukaiRI.
Masyarakat juga diminta untuk melaporkan ke pihak kepolisian dengan membawa bukti-bukti yang ada.
“Kami berharap, dengan semakin meningkatnya kewaspadaan masyarakat akan modus dan ciri-ciri penipuan mengatasnamakan Bea Cukai, jumlah korban dan kerugian dapat diminimalisasi. Tetap waspada, verifikasi setiap informasi, dan jangan ragu untuk melaporkan indikasi penipuan,” tutur Budi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Waspada modus penipuan online fiktif dan petugas Bea Cukai gadungan