Direktur Pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Erwin Dwiyana, mengatakan bahwa konsumsi ikan di Jabar lebih rendah dari nasional bukan karena produksinya turun.
Menurut dia, konsumsi ikan di Jabar yang saat 2023 berada di posisi 41 kg/kapita per tahun, di bawah angka nasional 57 kg/kapita per tahun dan sangat jauh dibanding Maluku yang memiliki rataan 60-70kg/kapita, lebih karena adanya perubahan pola di masyarakat, khususnya daerah urban.
"Jadi perubahan banyak di daerah-daerah yang memang maju, daerah urban, sudah berubah polanya. Jadi serba cepat, serba instan jadi ada pergeseran. Tapi kalau dibedah lagi di Jabar itu pasti ada kabupaten yang lebih besar dari provinsinya," ucap Erwin di Bandung, Selasa.
Di Jabar, kata dia, produksi ikan yang mengandalkan budidaya ikan air tawar, tidak masalah, bahkan bukan hanya bisa memenuhi kebutuhan Jawa Barat saja, tapi juga bisa memenuhi kebutuhan di luar Jawa Barat.
"Budidaya tidak hanya memenuhi di Jawa Barat saja, tapi keluar Jawa Barat juga. Tapi lebih ke urbannya saja sih. Karena urbannya, ibu-ibu masak tidak mau membersihkan sisiknya misalnya karena sudah berubah trennya. Apalagi ibu muda, mungkin sudah beralih ke protein yang lain atau jenis makanan yang lain," ucapnya.
Erwin mengatakan Indonesia sebagai negara maritim dengan 70 persen luas lautan, tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih menjadi tantangan dengan angka 57,91 kilogram/kapita.
Untuk menaikan tingkat konsumsi ikan yang ditarget sebesar 62,5kg/kapita pada 2024, kata Erwin, KKP meluncurkan program "Gemarikan atau Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan" menjadi salah satu program yang diinisiasi oleh KKP dalam mendukung ketahan pangan dan gizi nasional serta mendukung percepatan penurunan angka prevalensi stunting.
Menurut dia, konsumsi ikan di Jabar yang saat 2023 berada di posisi 41 kg/kapita per tahun, di bawah angka nasional 57 kg/kapita per tahun dan sangat jauh dibanding Maluku yang memiliki rataan 60-70kg/kapita, lebih karena adanya perubahan pola di masyarakat, khususnya daerah urban.
"Jadi perubahan banyak di daerah-daerah yang memang maju, daerah urban, sudah berubah polanya. Jadi serba cepat, serba instan jadi ada pergeseran. Tapi kalau dibedah lagi di Jabar itu pasti ada kabupaten yang lebih besar dari provinsinya," ucap Erwin di Bandung, Selasa.
Di Jabar, kata dia, produksi ikan yang mengandalkan budidaya ikan air tawar, tidak masalah, bahkan bukan hanya bisa memenuhi kebutuhan Jawa Barat saja, tapi juga bisa memenuhi kebutuhan di luar Jawa Barat.
"Budidaya tidak hanya memenuhi di Jawa Barat saja, tapi keluar Jawa Barat juga. Tapi lebih ke urbannya saja sih. Karena urbannya, ibu-ibu masak tidak mau membersihkan sisiknya misalnya karena sudah berubah trennya. Apalagi ibu muda, mungkin sudah beralih ke protein yang lain atau jenis makanan yang lain," ucapnya.
Erwin mengatakan Indonesia sebagai negara maritim dengan 70 persen luas lautan, tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih menjadi tantangan dengan angka 57,91 kilogram/kapita.
Untuk menaikan tingkat konsumsi ikan yang ditarget sebesar 62,5kg/kapita pada 2024, kata Erwin, KKP meluncurkan program "Gemarikan atau Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan" menjadi salah satu program yang diinisiasi oleh KKP dalam mendukung ketahan pangan dan gizi nasional serta mendukung percepatan penurunan angka prevalensi stunting.