Dalam kesempatan itu, Yudi juga menjelaskan bahwa oknum dosen yang diduga melakukan perundungan merupakan kasus terpisah dari perundungan senior ke junior pada PPDS Bedah Saraf RS Hasan Sadikin yang ramai beberapa waktu lalu, meski terjadi pada kelompok atau gelombang PPDS yang sama.
"Jadi tidak berhubungan, ya, tidak berbarengan berkonspirasi di situ, itu enggak. Tapi korbannya kurang lebih pada kelompok yang sama," ucapnya.
Terkait pemberian sanksi tersebut, Yudi menjelaskan itu adalah sebagai implementasi prinsip yang dipegang oleh fakultas bahwa pencegahan atau penanganan perundungan tidak hanya pada peserta didik, tapi termasuk pada pengajar, sehingga ketika diduga ada perlakuan perundungan yang dilakukan oleh dosen, harus diberikan tindakan juga.
"Karena aturannya sudah ada di dalam pedoman, bagaimana etika dosen itu sudah dibuat, mulai dari senat akademik Unpad, sampai ke fakultas ada semua rentetan itu," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan data kajian etik dan hukum perundungan oleh dosen/konsulen kepada peserta didik, diketahui perkara perundungan pada PPDS Bedah Saraf terungkap ketika seorang peserta didik bedah saraf Unpad mengundurkan diri pada Juni 2024.
Pada kajian tersebut, salah satunya diketahui para peserta didik diminta menyewa kamar di salah satu hotel dekat RSHS selama enam bulan. Selain itu, mereka mengeluarkan uang setidaknya hingga Rp65 juta per orang untuk bulan-bulan tersebut buat keperluan sewa kamar hotel dan kebutuhan, hingga ada juga permintaan senior.
Kebutuhan senior yang didanai itu, di antaranya untuk hiburan (entertainment), makan-minum, penyewaan mobil, dan kebutuhan wingman.
FK Unpad rekomendasikan sanksi berat bagi dosen lakukan perundungan pada PPDS
Kamis, 12 September 2024 19:12 WIB