Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Herman Suryatman mengungkapkan, pertanian di Jabar kini menghadapi tantangan serius mulai dari kesejahteraan petani hingga alih fungsi lahan.
Meski, kata Herman dalam keterangan di Bandung, Rabu, kontribusi pertanian tembus sembilan persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Jawa Barat yang mencapai Rp600 triliun lebih.
Tantangan pertama, kata Herman, adalah seputar kesenjangan ekonomi dan tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani dengan kelompok masyarakat lainnya di luar pertanian.
Herman mengakui indeks gini ratio Jabar mencapai 0,425 salah satu yang tertinggi di Indonesia, mencerminkan adanya kesenjangan ekonomi yang cukup signifikan.
"Kami menghadapi persoalan yang sangat krusial, indeks gini Jabar termasuk yang tertinggi di Indonesia. Artinya, kita harus mencari solusi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara yang mampu dengan yang kurang mampu," ujar Herman.
Tantangan selanjutnya, kata Herman, bagaimana mencegah kelompok petani terpapar pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik yang memberatkan beban hidup petani maupun buruh tani.
Herman mengungkap, statistik menunjukkan jumlah "outstanding loan" pinjol di Jabar mencapai hampir Rp16,5 triliun. Tren saat ini ternyata petani mengandalkan pinjol dan rentenir atau bank emok untuk memenuhi kehidupan sehari-hari terutama sebelum masa panen.
"Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan," ucapnya. Untuk menjawab tantangan tersebut, Herman berharap Pemerintah Pusat melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan intervensi agar menciptakan skema pinjaman mikro dan supermikro yang mudah diakses untuk kebutuhan hidup petani dan buruh tani.
"Jika masalah ini tidak segera ditangani maka akan memantik permasalahan sosial yang tidak kita inginkan, mengingat indeks gini kita (Jabar) yang sudah berada pada level lampu kuning" ucap Herman.
"Tantangan lain, pertanian Jabar harus dihadapkan pada alih fungsi lahan pertanian dan anomali cuaca yang mengancam produktivitas padi. Kita harus cari solusi sama-sama," tuturnya.
Pada 2024, Jabar sendiri menargetkan produksi 11 juta ton gabah kering giling (GKG), jumlah ini lebih tinggi dari tahun 2023 sebanyak 9,14 juta ton GKG.
Meski, kata Herman dalam keterangan di Bandung, Rabu, kontribusi pertanian tembus sembilan persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Jawa Barat yang mencapai Rp600 triliun lebih.
Tantangan pertama, kata Herman, adalah seputar kesenjangan ekonomi dan tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani dengan kelompok masyarakat lainnya di luar pertanian.
Herman mengakui indeks gini ratio Jabar mencapai 0,425 salah satu yang tertinggi di Indonesia, mencerminkan adanya kesenjangan ekonomi yang cukup signifikan.
"Kami menghadapi persoalan yang sangat krusial, indeks gini Jabar termasuk yang tertinggi di Indonesia. Artinya, kita harus mencari solusi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara yang mampu dengan yang kurang mampu," ujar Herman.
Tantangan selanjutnya, kata Herman, bagaimana mencegah kelompok petani terpapar pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik yang memberatkan beban hidup petani maupun buruh tani.
Herman mengungkap, statistik menunjukkan jumlah "outstanding loan" pinjol di Jabar mencapai hampir Rp16,5 triliun. Tren saat ini ternyata petani mengandalkan pinjol dan rentenir atau bank emok untuk memenuhi kehidupan sehari-hari terutama sebelum masa panen.
"Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan," ucapnya. Untuk menjawab tantangan tersebut, Herman berharap Pemerintah Pusat melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan intervensi agar menciptakan skema pinjaman mikro dan supermikro yang mudah diakses untuk kebutuhan hidup petani dan buruh tani.
"Jika masalah ini tidak segera ditangani maka akan memantik permasalahan sosial yang tidak kita inginkan, mengingat indeks gini kita (Jabar) yang sudah berada pada level lampu kuning" ucap Herman.
"Tantangan lain, pertanian Jabar harus dihadapkan pada alih fungsi lahan pertanian dan anomali cuaca yang mengancam produktivitas padi. Kita harus cari solusi sama-sama," tuturnya.
Pada 2024, Jabar sendiri menargetkan produksi 11 juta ton gabah kering giling (GKG), jumlah ini lebih tinggi dari tahun 2023 sebanyak 9,14 juta ton GKG.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertanian Jabar hadapi tantangan kesejahteraan-alih fungsi lahan