Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mendesak Kementerian Kesehatan dan pihak terkait untuk segera menerapkan label khusus pada makanan dan minuman kemasan, guna mencegah munculnya lonjakan kasus anak cuci darah yang angkanya terdeteksi tinggi.
Menurut Bey, dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo, Kementerian Kesehatan bisa segera menindaklanjuti dengan langkah menerapkan penandaan khusus pada makanan dan minuman terkait kandungan gula, garam, lemak (GLG).
"Saya berharap Kemenkes segera menerapkan penandaan pada makanan dan minuman kemasan terkait GLG, seperti obat berbahaya itu tandanya merah, yang aman tandanya hijau, supaya memberikan kepastian pada masyarakat terutama menyikapi tingginya kasus anak cuci darah," kata Bey di Bandung, Rabu.
Bey juga memastikan pihaknya merespon fenomena anak cuci darah ini, yang pertama, dengan meminta Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Vini Adiani Dewi untuk memastikan agar anak-anak yang mengalami kasus ini mendapatkan perawatan terbaik di fasilitas layanan kesehatan.
"Kedua terkait edukasi, saya minta Kadis Kesehatan berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan di kabupaten dan kota agar puskesmas dan posyandu memberikan edukasi dan pemahaman terkait nutrisi dan bahaya makanan dan minuman yang mengandung GLG berlebih," ujarnya.
Menurutnya kasus cuci darah yang dialami pasien anak, artinya penyakit ginjal kronis sudah stadium 4. Karena itu, pihaknya mengaku akan berupaya mengantisipasi dan terus berkoordinasi dengan layanan kesehatan di bawah koordinasi dinas kesehatan.
"Pertama edukasi kepada masyarakat tentang bahaya minuman dan makanan manis. Kedua saya meminta seluruh puskesmas segera lakukan cek gula darah," tuturnya.
Menurut Bey, dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo, Kementerian Kesehatan bisa segera menindaklanjuti dengan langkah menerapkan penandaan khusus pada makanan dan minuman terkait kandungan gula, garam, lemak (GLG).
"Saya berharap Kemenkes segera menerapkan penandaan pada makanan dan minuman kemasan terkait GLG, seperti obat berbahaya itu tandanya merah, yang aman tandanya hijau, supaya memberikan kepastian pada masyarakat terutama menyikapi tingginya kasus anak cuci darah," kata Bey di Bandung, Rabu.
Bey juga memastikan pihaknya merespon fenomena anak cuci darah ini, yang pertama, dengan meminta Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Vini Adiani Dewi untuk memastikan agar anak-anak yang mengalami kasus ini mendapatkan perawatan terbaik di fasilitas layanan kesehatan.
"Kedua terkait edukasi, saya minta Kadis Kesehatan berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan di kabupaten dan kota agar puskesmas dan posyandu memberikan edukasi dan pemahaman terkait nutrisi dan bahaya makanan dan minuman yang mengandung GLG berlebih," ujarnya.
Menurutnya kasus cuci darah yang dialami pasien anak, artinya penyakit ginjal kronis sudah stadium 4. Karena itu, pihaknya mengaku akan berupaya mengantisipasi dan terus berkoordinasi dengan layanan kesehatan di bawah koordinasi dinas kesehatan.
"Pertama edukasi kepada masyarakat tentang bahaya minuman dan makanan manis. Kedua saya meminta seluruh puskesmas segera lakukan cek gula darah," tuturnya.
Sebelumnya, Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menerima 10-15 pasien anak cuci darah setiap bulan yang mengalami gangguan ginjal kronis akibat berbagai faktor.
RSHS mengklaim tidak terjadi kenaikan atau penurunan kasus cuci darah pada anak.
RSHS mengklaim tidak terjadi kenaikan atau penurunan kasus cuci darah pada anak.
"Tidak ada peningkatan atau penurunan untuk kasus anak dengan ginjal kronis dengan cuci darah rutin. Itu 10-20 anak per bulan," kata staf Divisi Nefrologi KSM Ilmu Kesehatan Anak RSHS Bandung dr Ahmedz Widiasta.