Jakarta (ANTARA) - Komisi Kode Etik Polri (KKEP) selesai melaksanakan sidang etik kepada Irjen Pol. Napoleon Bonaparte, Senin, dan menjatuhkan sanksi pelanggaran etik berupa administratif mutasi bersifat demosi selama tiga tahun empat bulan.
“Sanksi administratif berupa mutasi demosi selama tiga tahun empat bulan terhitung semenjak dimutasi ke Itwasum Polri,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan membacakan putusan sidang etik KKEP terhadap Irjen Pol. Napoleon Bonaparte, Senin (28/8) malam.
Selain sanksi demosi, KKEP juga menyatakan perbuatan Irjen Pol. Napoleon Bonaparte sebagai perbuatan tercela dan mewajibkan pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan.
“Perbuatan pelanggar telah melakukan tindak pidana korupsi terkait penerbitan penghapusan Interpol Red Notice atas nama JST dan atas perbuatannya tersebut terhadap terduga pelanggar berdasarkan putusan MA dipidana penjara selama empat tahun telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ramadhan.
Sidang KKEP terhadap Irjen Pol. Napoleon Bonaparta dilaksanakan Senin (28/8) pagi di ruang sidang Divisi Propam Polri Gedung TNCC Lantai 1 Mabes Polri.
Sidang KKEP dipimpin Komjen Pol. Ahmad Dofiri sebagai ketua komisi, Irjen Pol. Imam Widodo sebagai wakil ketua, Irjen Pol. Syahardiantono sebagai anggota I, Irjen Pol. Hendro Pandowo sebagai anggota II dan Irjen Pol. Hary Sudwijanto sebagai anggota III.
Sidang etik tersebut menghadirkan 10 orang saksi, di antaranya lima orang saksi hadir langsung di persidangan, tiga saksi memberikan keterangan melalui zoom meeting dan dua saksi dibacakan keterangannya.
Ramadhan mengatakan keputusan sidang KKEP tersebut telah selesai, dan pihak Napoleon Bonaparte menyatakan menerima putusan tersebut dan tidak mengajukan banding.
Pada awal Agustus 2023 Irjen Pol. Napoleon Bonaparte resmi bebas dari penjara, setelah menjalani pidana selama empat tahun atas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap penghapusan interpol red notice atas nama Djoko Tjandra.
Mantan Kadiv Hubinter Polri itu terbukti menerima suap dari Djoko Tjandra senilai 200 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,1 miliar dan 370 ribu dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp5,1 miliar.