Purwakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah, menilai Dedi Mulyadi berpotensi menjadi magnet publik yang bisa mendongkrak elektabilitas/suara Gerindra di Jawa Barat pada Pemilu 2024.
"Ada beberapa faktor, kenapa Dedi Mulyadi bisa mendongkrak suara Gerindra di wilayah Jawa Barat pasca-hijrahnya dari Golkar ke Gerindra," kata Toto Izul Fatah, dalam keterangannya yang diterima di Purwakarta, Selasa.
Selain karena Dedi Mulyadi berbekal suara tertinggi di Jabar, yaitu mencapai 206.291 suara, juga karena dia gencar turun ke bawah, melakukan sosialisasi tentang Partai Gerindra dan kandidat capres Prabowo Subianto.
Toto menanggapi sejumlah manuver mantan bupati Purwakarta dua periode itu yang kini cukup rajin berkeliling Jawa Barat menyapa rakyat setelah resmi pindah ke Gerindra.
Menurut Toto, pekerjaan rumah terbesar Dedi Mulyadi sekarang ini ialah bagaimana mengonversi suara 200 ribu lebih yang memilihnya pada Pemilu Legislatif 2019, pindah menjadi suara Gerindra, termasuk mengubah suara sebanyak itu menjadi suara yang memilih kandidat capres pilihannya, yakni Prabowo Subianto.
“Bagi Kang Dedi, harusnya tidak susah. Kenapa? Karena kecenderungan pemilih dia selama ini masuk dalam kategori strong supporter. Tinggal bagaimana mempercepat pengenalan ke sebanyak-banyaknya publik yang memilihnya bahwa Kang Dedi sudah pindah ke Gerindra,” katanya.
Atas hal itulah, kata Toto, Dedi gencar melakukan aneka program menyapa rakyat, salah satunya dengan kemasan seni dan budaya, untuk sekaligus mensosialisasikan ‘rumah baru politik” nya, yakni Gerindra.
Sejauh ini, Dedi Mulyadi juga dinilai tak lagi sungkan, bahkan vulgar menyebut dirinya bakal caleg Gerindra dengan capres pilihannya, Prabowo.
“Di beberapa kesempatan bikin kegiatan, Kang Dedi tak pernah ragu menyatakan dirinya sekarang Gerindra dan capresnya Prabowo. Pernyataan tegas ini penting dan strategis buat mengonversi suara pemilihnya menjadi suara partai dan suara yang memilih Prabowo. Sebab, tanpa melakukan itu, keberadaan Dedi tak akan memberi efek elektoral buat partai,” tegasnya.
Dalam kaitan inilah, Toto membedakan Dedi Mulyadi dengan Ridwan Kamil.
Meski di sejumlah lembaga survei dalam tujuh bulan lalu masih unggul diatas Dedi, suara Ridwan Kamil tak akan banyak memberi berkah elektoral kepada Golkar, masih menurut survei, jika publik belum banyak yang tahu kalau Ridwan Kamil sudah resmi sebagai kader Golkar.
Dalam analisa Toto, hal itu terjadi karena Ridwan Kamil dalam pengamatannya belum segencar Dedi dalam menyosialisasikan dirinya sebagai kader Golkar, sehingga suara pemilih Ridwan Kamil yang cukup besar itu belum bisa dikonversi menjadi suara partai. Padahal, dari minimal suara strong supporter-nya yang kurang lebih 20 persen, sangat potensial ikut pilihan politiknya Ridwan Kamil, baik partai maupun capresnya.
“Saya tak tahu pertimbangannya, kenapa Ridwan Kamil belum melakukan sosialisasi yang massif soal posisi politiknya saat ini yang sudah menjadi kader Golkar. Padahal itu penting dilakukan jika ia ingin memberi insentif elektoral kepada Golkar. Termasuk, insentif elektoral buat capresnya,” katanya.