Bayangkan barang yang tadinya hanya sampah, saat ini bisa diproses menghasilkan bahan baku lithium baterai. Pastinya nilai tambahnya sangat besar.
Perlu diketahui bahwa untuk membuat baterai lithium membutuhkan ekosistem industri yang kompleks.
Tidak hanya dibutuhkan nikel, tetapi juga produk hilirisasi cobalt, aluminum, tembaga, lithium dan lain-lain.
Tidak semuanya ada di Indonesia bahan bakunya. Ekosistem inilah yang saat ini sedang kita bangun di Indonesia. Semuanya sedang berproses dan tidak mudah.
Hasilnya, saat ini kita sedang membangun lithium refinery di Morowali, yang bahan mentah lithiumnya diimpor dari Australia dan Afrika.
Kita juga sedang membangun pabrik copper foil untuk bahan lithium baterai, lokasinya persis di depan smelter tembaga yang dibangun freeport di Gresik.
Kita juga sedang membangun pabrik Anoda di Morowali juga dengan kapasitas 80 ribu ton, dimana pabriknya belum selesai tapi 100 persen produknya sudah dipesan semua. Mereka tidak perlu pusing mencari pembeli.
Antam juga saat ini sedang memfinalkan negosiasi dengan CATL dan LG Chemical, dua perusahaan baterai terbesar di dunia, untuk membangun ekosistem baterai lithium dari hulu sampai hilir.
Tidak mudah untuk meyakinkan para investor tersebut, dan negosiasi bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Untuk pabrik baterai sendiri, Indonesia akan memiliki pabrik baterai lithium (cell dan pack) pada tahun depan, saat pabrik baterai lithium yang dibangun LG dan Hyundai selesai konstruksi.
Kapasitasnya sekitar 10GWh, cukup untuk membangun 120ribu mobil EV. Kami sudah melakukan mapping supply chain untuk baterai lithium dan mana saja target investasi yang akan kita peroleh.
Telaah - Sesat Berfikir Hilirisasi Faisal Basri
Oleh Septian Hario Seto*) Sabtu, 12 Agustus 2023 16:00 WIB