Bagaimana jika kita mengukur nilai tambah hilirisasi lebih detail?
Prinsipnya sederhana, yaitu menghitung seberapa besar sumber daya yang harus dikeluarkan untuk memproses bijih nikel menjadi nikel pig iron (produk smelter).
Sumber daya tersebut bisa dalam bentuk tenaga kerja, teknologi, listrik, dan bahan baku lainnya. Lalu kita menganalisis, pihak mana (dalam negeri atau luar negeri) yang menikmati manfaat dari sumber daya tersebut.
Berdasarkan analisis yang saya lakukan, dari 100 persen nilai produk smelter, kontribusi bijih nikel adalah 40 persen, 12 persen laba operasi yang bisa dinikmati investor (asumsi mendapatkan tax holiday), dan 48 persen adalah sumber daya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk mengolah bijih nikel tersebut.
Dari 48 persen angka tersebut, 32 persen dinikmati oleh para pelaku ekonomi di dalam negeri dalam bentuk batubara (untuk listrik), tenaga kerja, dan bahan baku lain. Sehingga hanya 16 persen yang dinikmati oleh pihak supplier dari LN.
Berdasarkan hitungan tersebut, nilai tambah yang dinikmati oleh pihak LN (investor dan supplier) adalah 16 persen ditambah komponen laba operasi 12 persen, sehingga menjadi 28 persen.
Sehingga, nilai tambah yang dinikmati oleh dalam negeri adalah 32 persen atau secara proporsi mencerminkan sekitar 53 persen (32 persen dibagi 32 persen +12 persen +16 persen) dari seluruh nilai tambah hilirisasi nikel.
Nilai tambah dalam negeri akan lebih besar jika pihak investor asing tersebut melakukan reinvestasi di dalam negeri, sudah tidak mendapatkan tax holiday, atau bahkan ada keterlibatan investor lokal, seperti Harum Energy, Trimegah Bangun Persada, dan Merdeka Battery Materials.
Telaah - Sesat Berfikir Hilirisasi Faisal Basri
Oleh Septian Hario Seto*) Sabtu, 12 Agustus 2023 16:00 WIB