Sistem di setiap daerah tidak bisa di sama ratakan mengingat perbedaan berdasarkan demografi dan geografi tersebut yang disesuaikan dengan kondisi lokal daerahnya.
"Jadi antara daerah yang banyak pegunungan itu akan berbeda dengan yang di perkotaan. Termasuk jumlah kuota prestasi, zonasi, afirmasi dalam suatu wilayah tertentu setiap daerah bisa saja berbeda. Itu rekomendasi dengan Ombudsman Jabar tahun kemarin," kata dia.
Baca juga: DPRD Jabar ingatkan Panitia PPDB harus profesional
Dedi mencontohkan, seperti di SMKN 10 Kota Bandung yang memiliki jurusan Seni Karawitan, Dalang, dan kesenian tradisional setiap tahun kuota tidak terpenuhi.
Padahal Di Jawa Barat tidak ada lagi sekolah yang membuka kurikulum serupa, sehingga berkaitan dengan zonasi itu tidak bisa dibatasi.
Berbeda halnya dengan SMAN 3 Kota Bandung yang kekurangan jalur prestasi dan bila perlu, menurut Dedi, jalur prestasi di SMAN 3 Bandung ditingkatkan menjadi 80 persen.
"Jadi orang-orang tidak berebut kartu keluarga untuk masuk ke sekolah itu dengan memanipulasi mendekatkan jarak," katanya.
Tapi untuk beberapa sekolah yang dekat dengan pegunungan bila perlu semuanya menggunakan jalur zonasi, sehingga jarak zonasi-nya juga ditambah.
Sistem ini juga dapat digunakan untuk Sekolah yang berada di daerah Ujung Berung Kota Bandung.
"Karena jika aturan PPDB ini diatur biasa saja untuk kasus DKI Jakarta cocok diterapkan, tapi untuk Jawa Barat yang notabene banyak wilayah pegunungan sangat tidak berkeadilan jika disamakan," kata Dedi Supandi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mantan Kadisdik Jawa Barat pilih sekolahkan anak di SMA swasta