Tasikmalaya (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat bersama dengan pemerintah pusat sudah melakukan langkah antisipasi dan menyiapkan sejumlah program bantuan stimulan untuk lahan pertanian yang terdampak bencana kemarau.
"Ada bantuan stimulan dari BNPB," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik pada BPBD Kabupaten Tasikmalaya Kurnia Trisna di Tasikmalaya, Kamis.
Baca juga: BPBD Tasikmalaya siaga hadapi dampak musim kemarau
Ia menuturkan BPBD Tasikmalaya selama ini sudah siap siaga melakukan antisipasi dan menangani daerah yang terdampak bencana kekeringan di musim kemarau seperti warga yang kekurangan air maupun kekeringan melanda pertanian.
BNPB, kata dia, sudah memberikan arahan ke BPBD di daerah, termasuk Kabupaten Tasikmalaya untuk memperhatikan lahan pertanian yang gagal panen, selanjutnya bisa diajukan permohonan bantuan kerugian dampak dari kemarau.
"Ada juga arahan, peraturan Kepala BNPB untuk memperhatikan yang gagal panen," katanya.
Ia menyampaikan, BPBD Kabupaten Tasikmalaya perannya untuk mengecek daerah pertanian yang terdampak kemudian melaporkannya ke BNPB untuk mengajukan bantuan.
Bantuan yang disiapkan pemerintah pusat itu, kata dia, hanya berupa stimulan dalam bantuan uang kepada petani yang mengalami kerugian akibat bencana kemarau."Hanya stimulan dalam bentuk besaran uang ke petani, BPBD hanya mengajukan saja," katanya.
Ia menambahkan, petani yang bisa mendapatkan program bantuan itu untuk terdampak puso atau gagal panen karena lahannya dilanda kekeringan.
Baca juga: Kabupaten Tasikmalaya siap perbaiki jalan-jembatan ambles
Setelah dipastikan dampak puso, kata dia, selanjutnya sesuai prosedur BPBD akan melaporkannya langsung ke BNPB disertai dengan penetapan daerah darurat kekeringan yang ditetapkan kepala daerah.
"Langsung ke BNPB dari BPBD disertai dengan penetapan petani calon penerima oleh bupati/wali kota," katanya.
Ia menambahkan, berdasarkan laporan tahunan pada musim kemarau, tercatat pada 2015 paling banyak laporan kekeringan yaitu 76 kejadian, kemudian tahun 2019 sebanyak 63 kejadian, di tahun 2018 hanya 25 kejadian, dan 2017 lebih sedikit hanya 12 laporan kejadian.
"Di tahun 2020 yang masuk dua laporan, tahun 2021 dan 2022 kita tidak ada permintaan air bersih, karena saat itu kemarau basah," katanya.