Berjalan ke sebelah kanan ada tempat wudhu yang menjadi bangunan baru. Tepat persis di depannya, ada kompas kuno berbentuk seperti batang tembaga yang dahulu digunakan untuk mengetahui waktu berjalan melalui bayangan dari pantulan sinar matahari.
Misalnya garis yang lurus tepat ke arah besi diartikan telah memasuki jam 12 tepat. Namun pada masa ini, para pengurus masjid sudah menuliskan waktu shalat di sebuah papan kapur dalam bahasa Arab.
Adapun bagian kiri dimanfaatkan untuk para jamaah perempuan shalat, di depannya dibentangkan sebuah tirai berwarna hijau karena tepat di depan tempat shalat ada sebuah ruangan kecil yang dulu digunakan oleh ibu dan istri Sunan Gunung Jati rutin melantunkan zikir.
Di baris yang sama ada sebuah tempat berbentuk seperti kuburan yang diyakini sebagai patilasan, untuk menyimpan benda-benda keramat para wali, seperti keris, tombak atau alat-alat untuk membangun masjid. Dengan tujuan supaya tidak disalahgunakan oleh pihak yang memiliki niat buruk.
Hampir seluruh permukaan dinding dipercantik oleh piring-piring yang diberikan Putri Ong Tien dari China, sebagai bukti cintanya pada Sunan Gunung Jati. Banyak kisah berbeda yang terukir pada piring tersebut.
Sedangkan di tepi dinding bagian kiri luar masjid diukir sebuah gambar teratai besar khas negeri China yang hidup di air danau.
Banyak ornamen dicuri
Walau demikian, ada satu masalah yang secara perlahan menggerogoti Masjid Merah dari dalam, yaitu banyaknya bagian masjid seperti piring-piring cantik dari Putri Ong Tien yang dikorek untuk dicuri.
Piring-piring yang melekat di tiap sisi dinding dan menggambarkan banyak kisah di masa lampau itu, sayangnya kini hanya tersisa beberapa buah saja. Bila diperhatikan lebih dalam, ada satu sisi dinding yang telah habis dicongkeli.