Masjid yang dibangun dari bata merah dan tanah itu mempunyai ukuran bangunan yang tak begitu lebar. Pengunjung yang datang akan disambut oleh dua gapura yang masing-masing punya ukiran yang berbeda dan atap layaknya kuncup yang menyerupai mahkota raja di Indonesia pada zaman dulu.
Begitu masuk ke dalam, terlihat masjid itu berdiri tegap karena topangan 17 pilar kayu jati besar yang menandakan rakaat dalam sholat lima waktu. Pengunjung juga bisa menemukan adanya ukiran dalam bahasa Arab di kayu-kayunya.
“Masuk ke masjid ini hawanya langsung lain, sejuk padahal di luar panas. Bangunannya juga enggak biasa, mungkin karena lebih terbuka dan mirip pendopo,” kata Rahman, pengunjung Masjid Merah asal Jakarta.
Ada tiga bagian utama dari struktur Masjid Merah yang bila diperhatikan secara seksama akan ada empat pintu berukuran kecil dan lima pintu berukuran besar. Jika ditilik lebih dalam Masjid Merah juga mempunyai pintu-pintu berukuran kecil dijadikan sebagai pengingat diri bahwa manusia adalah makhluk kecil yang sudah sepatutnya tetap tunduk pada Tuhan dan alam semesta.
Pada bagian tengah, dijadikan sebagai aula utama untuk shalat berjamaah. Persis di depan tempat imam shalat terdapat sebuah pintu kecil yang di dalamnya ada sebuah ruangan kecil tersembunyi dengan sebuah mimbar kecil di pojok tengah ruangan, yang mungkin cuma bisa menampung jamaah sampai tiga shaf saja.
Irfan mengatakan ruangan itu hanya boleh dibuka jika sudah memasuki Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri, setelahnya pintu akan ditutup kembali. Katanya, itu adalah amanat langsung dari Sunan Gunung Jati dan harus dipatuhi oleh setiap anak-cucunya.
Selain itu ada adat yang harus dijaga, yakni untuk wisatawan non-Muslim tidak diperkenankan masuk ke aula masjid melebihi batas kuning. Sejak dulu, peraturan Itu sudah berlaku.