Rasa jadi kelemahan
Pakar teknologi AI yang juga pencipta aplikasi Drone Emprit, Ismail Fahmi, justru menilai unsur “rasa” pada manusia bisa menjadi kelemahan. Karena memiliki rasa, manusia mengalami berbagai emosi yang membuatnya tidak maksimal dalam menjalankan pekerjaannya, kemudian digantikan oleh robot yang tidak “baperan”.
“Akan tetapi, yang namanya perasaan, atensi itu untuk spesifik tugas tertentu, itu bisa diganti ya,” terang Fahmi.
Pendiri Media Kernels Indonesia itu lantas mencontohkan sebuah panti jompo di luar negeri, yang mana para penghuninya lebih nyaman ditemani robot.
“Mereka bisa nyaman dengan robot. Robotnya sudah bisa diajak ngomong. Apalagi robot ChatGPT sekarang itu knowledge-nya luar biasa.”
Sementara bila ditemani perawat manusia, memang manusia memiliki empati, tapi dengan juga mempunyai emosi terkadang membuatnya tidak sabar sehingga tidak bisa berlama-lama menemani pasien, misalnya. Padahal merawat orang jompo perlu kesabaran tinggi, dan ternyata robot bisa melakukan tugas itu dengan baik dan profesional.
Menurut lulusan Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, karena AI-nya meng-index knowledge seluruh dunia, tidak mengherankan robot ChatGPT bisa menjadi teman yang asyik untuk mengobrol.
Sementara di bidang industri seni, dengan kecanggihan teknologi AI yang terus berkembang pesat, Fahmi khawatir manusia akan menjadi seperti zombie, karena dengan skill yang biasa saja dia bisa menghasilkan karya yang luar biasa berkat bantuan AI.
Dia sependapat dengan kekhawatiran Yuval Noah Harari (sejarawan Israel) bahwa kehadiran AI akan menciptakan manusia-manusia useless.