Kendati demikian, jangan hanya berpangku tangan dengan bermodal keyakinan tersebut. Bila para pekerja dan profesional berdiam diri dalam kapasitas dan kompetensi yang tidak berkembang, sudah barang tentu bakal tergilas oleh zaman dengan teknologi yang menyertainya.
SDM baru akan aman ketika mereka terus melakukan updating dan upgrading kemampuan dan keahlian sehingga menguasai teknologi yang terus berkembang melesat cepat.
Belum ada rasa
Teknologi AI yang juga merambah ke sektor dunia hiburan, tak urung menjadi perhatian bagi Airil Nur Abadiansyah. Musikus yang tergabung dalam grup Efek Rumah Kaca dan Pandai Besi ini berpandangan, bagaimanapun canggihnya AI, sejauh ini belum mampu menghasilkan karya yang sadar nilai.
“Teknologi AI tidak memiliki jiwa dan rasa, hal itu berkebalikan dengan manusia,” Airil berkeyakinan.
Dengan berpegangan pada keyakinan itu, ia menilai bahwa karya yang bersifat “manusia” masih memiliki keunggulan dan kesadaran akan nilai-nilai. Namun, melihat perkembangan teknologi yang amat ‘gila’, menurut dia, bukan tidak mungkin kelak ada suntikan rasa untuk AI.
Pria yang karib disapa Poppie Airil itu mempersilakan para penikmat seni untuk menjadi penyaring dengan adanya batasan rasa dan nilai tadi.
Apakah AI menjadi ancaman atau tidak bagi seniman, sepertinya “masih di wilayah abu-abu karena saat ini belum bersinggungan secara langsung.”
Pandangan itu tidak berbeda dengan yang diutarakan pelaku industri perfilman. Karena Ifa Isfansyah juga belum merasa bahwa AI merupakan ancaman bagi orang-orang yang terjun dalam industri hiburan, khususnya perfilman. Ketua Indonesian Film Directors Club (IFDC) itu mengaku belum mengikuti perkembangan teknologi AI secara mendetail, namun sejauh yang ia lihat “belum ada kecenderungan AI menjadi ancaman bagi industri perfilman.”