JAKARTA (ANTARA) - Banyak kalangan sedang ketar-ketir dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang makin canggih. Kalangan industri memandangnya sebagai tantangan dan peluang, sedangkan para pekerja dan profesional menganggapnya sebuah ancaman yang bakal menggesernya.
Padahal, tidak perlu begitu mencemaskannya karena manusia memiliki hati, kemauan, kesadaran, prakarsa, dan rasa, yang tidak dimiliki teknologi AI.
Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia Firman Kurniawan meyakinkan bahwa manusia tidak bisa disaingi oleh perangkat-perangkat kecerdasan buatan dalam hal kemauan dan kesadaran. AI secanggih ChatGPT pun tidak bisa mempunyai prakarsa sendiri.
“Sementara manusia memiliki rasa, kemauan, serta kreativitas dalam menjalankan pekerjaan mereka,” ujar Firman.
Dia berpesan agar keberadaan teknologi semacam ChatGPT disikapi secara bijak. Karena teknologi AI tidak memiliki kehendak bebas dan tidak mempunyai kemauan sendiri, maka manusia dapat memanfaatkan dari celah itu.
Perkembangan terkini dari ChatGPT, AI tercanggih untuk saat ini, dia telah mampu menulis berita, puisi, lirik lagu, dan bahkan tulisan panjang seperti artikel.
Kenyataan ini yang membuat pekerja media, penulis, pencipta lagu, serta para seniman merasa terancam.
Para profesional yang merasa insecure karena makin pintarnya AI, cukup membangun keyakinan bahwa teknologi adalah buatan manusia yang tidak akan melampaui kecanggihan pembuatnya. Adapun manusia adalah ciptaan Tuhan yang sudah dilengkapi dengan software (hati - otak - jiwa) paling canggih dibanding makhluk lain, apalagi teknologi yang “hanya” buatan manusia dan baru memiliki “otak”.