Terkait Ahyudin yang hadir secara virtual, Irfan mengatakan hal itu sepenuhnya kewenangan JPU. Namun, pada sidang berikutnya ia berharap kliennya bisa dihadirkan secara langsung di hadapan hakim.
Sidang kasus dugaan penggelapan dana di Yayasan ACT tersebut dilaksanakan secara virtual (daring) dimana terdakwa Ahyudin mengikuti persidangan langsung dari Bareskrim Polri dengan mengenakan kemeja putih.
Sidang kasus dugaan penggelapan dana ACT dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Hariyadi, Mardison dan Hendra Yuristiawan masing-masing bertindak sebagai hakim anggota.
Merujuk ke SIPP PN Jakarta Selatan, terdakwa Ahyudin merupakan pendiri, pembina, pengurus dan pengawas ACT sejak tahun 2005. Untuk memperluas kegiatannya, pada 2021 terdakwa Ahyudin membentuk Global Islamic Philantrophy berdasarkan SK Kemenkumham Nomor AHU-0001374.AH.01.08 Tahun 2021 sebagai badan hukum "perkumpulan" yang menaungi sejumlah yayasan sosial.
Terdakwa Ahyudin diketahui menjabat sebagai President Global Islamic Philantrophy, saksi Ibnu Khajar selaku Senior Vice President Partnership Network Department, saksi Novariyandi Imam Akbari selaku Senior Vice President Humanity Network Department dan saksi Hariyana bertindak sebagai Senior Vice President Operational.
Ketiga diketahui menerima gaji dengan rincian sebagai berikut. Pertama, President Global Islamic Philantrophy yang diduduki oleh Ahyudin menerima gaji Rp100 juta, Ibnu Khajar selaku Senior Vice President Partnership Network Department menerima Rp70 juta dan Hariyana mendapatkan gaji Rp70 juta, serta Novariyandi Imam Akbari memperoleh gaji Rp70 juta.
JPU menuntut Ahyudin dengan Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Sedangkan terdakwa Ibnu Khajar dan Hariyana didakwa Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kuasa hukum eks Presiden ACT tidak ajukan keberatan dakwaan JPU
Kasus ACT, Kuasa hukum Ahyudin tidak ajukan keberatan dakwaan JPU
Selasa, 15 November 2022 15:14 WIB