Depok (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Prof. Dr Adi Surjosatyo menawarkan biomassa Indonesia sebagai alternatif energi terbarukan.
"Kebutuhan energi di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil yang terbatas, sehingga mulai berpaling kepada energi terbarukan," kata Adi Surjosatyo dalam keterangannya di Depok, Rabu.
Di Indonesia, katanya, penerapan energi terbarukan secara masif masih didominasi oleh Solar Photovoltaic (PV), sedangkan energi terbarukan lainnya, seperti energi angin dan biomassa masih sangat minim. Dengan kondisi ini, biomassa dapat menjadi salah satu primadona pengganti energi fosil, seperti batu bara dan gas.
Biomassa adalah istilah yang digunakan untuk menyebut semua senyawa organik yang berasal dari tanaman budi daya, alga dan sampah organik yang dapat dijadikan sumber energi alternatif dengan bahan baku yang dapat terbarukan.
"Indonesia memiliki tanah yang subur serta iklim tropis, memungkinkan biomassa diproduksi sepanjang tahun. Energi biomassa dapat menjadi solusi bahan bakar yang selama ini tidak dapat diperbaharui dan mencemari lingkungan hidup," ujar Prof Adi.
FTUI juga mengembangkan gasifikasi biomassa yang terhubung dengan Internet of Things (IoT) dalam pengembangan komersial. Gasifikasi biomassa merupakan proses reaksi endotermis untuk mengkonversi biomassa menjadi gas mudah bakar, terjadi pada suhu tinggi dengan oksigen terbatas.
"Kami merancang Mobile Biomass Gasifier Prototype 3 sebagai tahap lanjutan dari generasi sebelumnya yang bertujuan untuk memanfaatkan biomassa dari beras menjadi gas yang mudah terbakar, yang dapat dimanfaatkan sebagai listrik melalui mesin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi gas produser dari Mobile Gasifier Prototype 3 (P3) pada proses gasifikasi kontinyu dengan reaktor tipe fixed bed downdraft," kata Prof Adi.
Sejak 2019, Grup Riset Gasifikasi Biomassa, Departemen Teknik Mesin FTUI, bekerja sama dengan Mitra Pengembangan PT Melu Bangun Wiweka, mengembangkan Mobile Biomass Gasifier. Mobile Biomass Gasifier merupakan alat konversi biomassa (sekam padi, kayu, daun, bonggol jagung, dan sebagainya) menjadi gas gasifikasi (producer gas).
Gas gasifikasi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar gas untuk gas mesin maupun sumber panas skala industri. Alat ini berkapasitas 35 kW termal untuk produk gas dan 20 kW elektrik untuk produk listriknya."Mobile Biomass Gasifier memiliki keunggulan sebagai sumber energi terbarukan yang dapat menopang transisi energi terbarukan karena memenuhi konsep carbon neutral, tanaman yang menghasilkan biomassa dapat menangkap CO2 yang dihasilkan dalam proses gasifikasi," ujar peneliti Tropical Renewable Energy Center (TREC) FTUI.
Selain itu, teknologi ini juga ramah lingkungan karena tidak menimbulkan polusi lingkungan. Dalam pengembangannya, alat ini diteliti dalam tiga tahap prototipe, yaitu Purwarupa 1 (P1), Purwarupa 2 (P2), dan Purwarupa 3 (P3).
Tahap awal pengembangan mobile gasifier dengan kapasitas 10 kW thermal dan menggunakan engine 10 kW single cylinder (P1). P1 telah dilengkapi dengan sistem semi-controllable dan gas cleaning menggunakan indirect condenser dan biomass filter.
P2 merupakan purwarupa standar industri dengan mitra PT Melu Bangun Wiweka dengan kapasitas 25 kW thermal atau 10 kW elektrik. P2 dilengkapi dengan 4 inline cylinder otto engine dengan kompresi 1:12, sistem PLC dan gas cleaning dengan menggunakan indirect condenser dan double biomass-paper filter.
P3 merupakan purwarupa termutakhir dengan mitra PT Melu Bangun Wiweka dengan kapasitas 35 kW thermal atau 20 kW elektrik. P3 sudah dilengkapi dengan PLC dan IoT sehingga bisa dikontrol jarak jauh dan memberikan data secara real-time.
Untuk mesin juga sudah menggunakan 4 inline cylinder modified diedel engine dengan kompresi 1:14 dan dilengkapi AFR control system, sehingga bisa menghasilkan secara optimal.
Sementata itu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong Pusat Kolaborasi Riset Biomassa dan Biorefineri yang dimotori Universitas Padjadjaran (Unpad) bisa menjalin kolaborasi dengan mitra industri.
Plt Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono mengatakan kolaborasi itu diharapkan mendorong proses hilirisasi riset semakin cepat, khususnya di bidang biomassa dan biorefineri. Selain itu, ia pun mendorong PKR tersebut berkolaborasi dengan mitra internasional.
Baca juga: BRIN terima penghargaan rekor MURI saat ulang tahun Kebun Raya Bogor
"Nanti, orang kalau bicara refineri di Asia Tenggara diarahkannya ke sini (PKR), bukan lagi negara lain. Ini kekuatannya akan sangat masif karena mengikutsertakan kekuatan dalam negeri dan mitra luar negeri," kata Agus dalam kegiatan focus group discussion (FGD) secara virtual, Rabu.Selain itu, menurutnya kolaborasi itu juga bisa membuat Indonesia menjadi sentra penting dalam riset mengenai biomassa dan biorefineri di kancah internasional.
Di samping itu, Agus menilai pembentukan PKR sejatinya menjadi wadah kolaborasi bagi periset sejenis. Kolaborasi itu menurutnya dapat meminimalisasi riset yang tumpang tindih.
“Sebagai contoh, di Indonesia riset biorefineri ini banyak. Kalau kita bisa kumpulkan di sini (PKR), potensi tumpang tindih akan berkurang, dan efisiensi anggaran riset dapat dilakukan,” imbuhnya.
Maka menurutnya PKR perlu didorong untuk terbuka melakukan kolaborasi. Berbagai kekurangan dari riset yang ada, menurutnya dapat didukung dan dikolaborasikan sehingga kekuatan Indonesia di sektor biomassa dan biorefineri bisa semakin kuat.
"Diharapkan di tahun berikutnya makin bertambah (periset yang bergabung), sehingga kekuatannya jadi lebih kuat," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Guru besar UI tawarkan biomassa sebagai energi alternatif