Bandung (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat I Erna Sulistyowati mengajak anggota dari Masyarakat Tionghoa Peduli Bandung untuk memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela.
Hal ini disampaikan Erna dalam acara peserta Bincang Pajak Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di Gedung Yayasan Dana Sosial Priangan (YSDP) Jalan Nana Rohana Nomor 37 Bandung, (Kamis, 9/6/2022).
"PPS ini merupakan kesempatan bagi para wajib pajak jika ada harta yang belum dilaporkan di SPT Tahunan. Program ini berlaku mulai 1 Januari hingga tanggal 30 Juni 2022," ujar Erna.
Di hadapan peserta yang berjumlah kurang lebih 100 orang itu, Erna menjelaskan PPS ini serupa tapi tak sama dengan tax amnesty.
"PPS ini ada 2 kebijakan, kebijakan I untuk wajib pajak peserta tax amnesty baik itu badan ataupun orang pribadi dan kebijakan II untuk wajib pajak orang pribadi," jelasnya.
Lebih lanjut Erna menjelaskan jika terdapat beberapa tarif dalam PPS, Ia mengatakan untuk kebijakan I tarifnya adalah 11% untuk deklarasi luar negeri, 8% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, serta 6% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN) atau kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi) atau sektor energi terbarukan (renewable energy) di wilayah Indonesia.
Sedangkan untuk kebijakan II, Erna menjelaskan tarifnya adalah 18% untuk deklarasi luar negeri, 14% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri; serta 12% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN) atau kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi) atau sektor energi terbarukan (renewable energy) di wilayah Indonesia.
"Ada 332 daftar kegiatan usaha sektor energi terbarukan. Untuk detilnya dapat dilihat di Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 52/KMK.010/2022 tentang Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan Sumber Daya Alam Dan Sektor Energi Terbarukan Sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak," ujarnya.
Selain itu Erna pun menjelaskan banyak manfaat yang wajib pajak peroleh jika mengikuti PPS. "Data atau informasi yang bersumber dari Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP dan untuk wajib pajak," ungkapnya.
Ia menambahkan, "Untuk wajib pajak yang mengikuti kebijakan I tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar) dan untuk untuk wajib pajak yang mengikuti kebijakan II Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap," jelasnya.
Laukna hérang, caina beunang pepatah Sunda yang menggambarkan jika wajib pajak mengikuti PPS, selain berperan aktif dalam pembangunan Indonesia, juga dapat melaporkan harta yang belum tercantum di SPT dan tidak dikenai sanksi.
Untuk pelaporannya sendiri, kata Erna, PPS ini dilakukan secara daring melalui www.pajak.go.id, "Wajib pajak tidak perlu antri ke kantor pajak untuk mengikuti PPS, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, 24 jam sehari dan 7 hari seminggu," ungkapnya.
Namun jika wajib pajak memiliki pertanyaan, membutuhkan bantuan ataupun asistensi dapat, menghubungi call center khusus PPS 1500-008; melalui nomor kontak layanan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), atau bisa datang langsung ke KPP maupun ke Kanwil.
Koordinator Masyarakat Tionghoa Peduli Bandung Djoni Toat mengatakan kegiatan tersebut diselenggarakan untuk membuka wawasan perpajakan khususnya PPS kepada seluruh peserta.
Masyarakat Tionghoa Peduli, tutur Djoni, merupakan gabungan dari enam komunitas Tionghoa, baik yayasan, paguyuban dan organisasi berbasis keturunan Tionghoa lainnya. Dengan jumlah anggota sekitar 1000, komunitas ini banyak melakukan kegiatan sosial, khususnya di kota Bandung.