Bandung (ANTARA) -
Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menuturkan sebaiknya pemerintah mengoptimalkan aparatur sipil negara (ASN) non TNI/Polri untuk menjadi penjabat (Pj) kepala daerah dibandingkan menetapkan perwira TNI/Polri menjadi Pj kepala daerah.
"Kalau buat saya, sebaiknya memang dioptimalkan terlebih dari ASN non TNI/Polri. Ini kan problem mencegah muncul sentimen negatif di publik ya. Karena ini seakan-akan memunculkan, kalau kita ingat dulu ada Dwifungsi ABRI, bahwa TNI Polri masuk kembali ke ranah sipil," kata Firman Manan ketika dihubungi melalui telepon, di Bandung, Jumat.
Baca juga: Ridwan Kamil usulkan 3 nama penjabat kepala daerah
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan perwira TNI/Polri aktif bisa menjadi penjabat (Pj) kepala daerah selama mereka bertugas di luar struktural organisasi TNI Polri.
Pengembanan jabatan kepala daerah tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
Firman menilai dalam kondisi kekhususan atau tertentu menjadi wajar jika pemerintah mengizinkan perwira TNI/Polri aktif bisa menjadi penjabat (Pj) kepala daerah selama mereka bertugas di luar struktural organisasi TNI Polri.
Hal tersebut, kata dia, terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia yang ada dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah dan ada sejumlah daerah yang membutuhkan figur netral dan TNI/Polri pada tingkatan tertentu tak terlibat politik lokal."Jadi memang banyak dibutuhkan orang-orang untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Tentu ada keterbatasan dari pejabat sipil," kata dia.
Baca juga: Mendagri lantik 5 penjabat gubernur
"Daerah-daerah yang punya potensi konflik. Bagaimana pun juga TNI/Polri memiliki pengalaman dalam konteks menangani masalah keamanan," kata dia.
Dia juga menyarankan jika memang pemerintah memutuskan TNI/Polri menjadi menjadi penjabat (Pj) kepala daerah maka harus ditempatkan sosok yang mengerti atau paham akan kondisi lokal.
"Misalnya kalau dulu di Jawa Barat ada Pak Irwan Bule (Moch Iriawan). Salah satu pertimbangannya beliau pernah jadi Kapolda Jawa Barat," kata dia.
Dia juga menilai juga pejabat sipil yang ditunjuk menjadi penjabat kepala daerah oleh pemerintah maka hal tersebut bisa menimbulkan konflik kepentingan."Misalnya kalau sekda yang ditunjuk. Sekda itu bagaimana pun bisa menimbulkan konflik kepentingan dalam konteks kepentingan pilkada," kata dia.
Baca juga: Demokrat Jabar minta penjabat kepala daerah bersih dari politik partisan
Firman juga mengusulkan agar pemerintah memberikan penjelasan yang transparan kepada publik terkait penetapan seorang tokoh menjadi penjabat kepala daerah.
Hal tersebut, kata dia, agar publik menjadi paham tentang alasan penunjukan seorang penjabat kepala daerah dan menghindari kecurigaan tertentu dari publik.
"Pemerintah menurut saya tinggal memberikan penjelasan kepada publik. Kenapa kemudian harus TNI Polri yang ditunjuk. Itu yang harus dijelaskan ke publik, jangan sampai ada kesan pemerintah tidak transparan," kata dia.