Inggit mewujudkan kasih ibu yang tampaknya tidak pernah didapatkan Soekarno sebelumnya. Bahkan tak hanya itu, ia mendukung ekonomi keluarga saat Soekarno memulai pergerakan di organisasi dan menghidupi Soekarno dengan berjualan jamu. Inggit jugalah yang mendorong Soekarno agar tak membengkalaikan studinya.
“Aku sudah tahu, bahwa aku belasan tahun lebih tua daripada Kusno. Aku sudah tahu bahwa pendidikanku jauh lebih rendah daripada pendidikannya. Aku sudah tahu bahwa Kusno mahasiswa. Aku merasa berkewajiban mengemongnya supaya ia cepat berkesampaian mendapatkan gelarnya,” kata Inggit dalam “Kuantar ke Gerbang”.
Kemudian, Inggit pula yang menjadi kawan Soekarno kala ia merawat semangat Soekarno saat ditahan di penjara Banceuy dan Sukamiskin. Sewaktu berkunjung ke penjara Banceuy, Inggit menyelipkan buku-buku untuk Soekarno di dalam kain kebayanya, buku-buku yang kemudian melahirkan pemikiran Soekarno dalam pledoi “Indonesia Menggugat”.
Inggit juga setia mendampingi Soekarno bertahun-tahun dalam pengasingannya di Ende, NTT, dan kemudian dipindahkan ke Bengkulu, hingga akhirnya dipulangkan kembali ke pulau Jawa melalui Padang, Sumatera Barat.
Tetapi pasangan itu mulai tidak lagi padu semenjak Soekarno menaruh hati pada Fatmawati, anak dari tokoh Muhammadiyah, selama mereka semua tinggal bersama di pengasingan Bengkulu. Konflik batin Inggit muncul sejak itu, dan semakin memuncak saat Soekarno meminta izin kepada Inggit untuk menikahi Fatmawati.
Ketika Soekarno akan melenggang di gerbang Istana di Jakarta, sekitar dua tahun menjelang kemerdekaan, Inggit mengemas barang-barang dan kenangan dalam koper tuanya untuk kembali ke Bandung.