Jadi, tanpa diberi tahu pun, orang "kampung nyata" sudah paham dengan toleransi, tapi di "kampung maya" justru beda lagi, karena semuanya menjadi "api" yang menjalar, merusak, menghanguskan, dan menghilangkan semuanya. Mirip serial "Negara Api" (Hi no Kuni) dalam komik/animasi Naruto.
Ya, dunia maya memang lebih banyak melakukan "framing"(memberi bingkai) untuk fokus pada hal-hal yang tidak penting/benar atau substansi SE dikesampingkan dan justru "contoh" (anjing) bisa mengalahkan substansi, karena gencar atau ada "framing" itu, sehingga contoh dianggap substansi, sedangkan substansi dianggap contoh.
Akhirnya, terjadilah "kebakaran" subtansi. Ibarat kebenaran yang tidak dikelola akan bisa dikalahkan dengan telak oleh kejahatan yang dikelola. Mending mengajak bicara santri dari "Irian Jaya" daripada ngomong dengan santri "Iri" yang justru sulit diajak bicara, karena masuk dalam wilayah "kebakaran" yang mungkin saja dalam skala politis, skala iri/benci pada orang/organisasi, atau skala yang lain.
Padahal, sejumlah tokoh agama justru mengapresiasi SE itu secara kritis, seperti Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah KH Anwar Abbas. Waketum MUI itu mengaku setuju dengan terbitnya Surat Edaran Nomor 05/2022 soal Pedoman Pengeras Suara di Masjid/Mushala demi memperkuat keharmonisan dan ketentraman di masyarakat, tapi penerapannya jangan terlalu kaku.
"Maksud dari pernyataan supaya aturan itu tidak kaku adalah bagi daerah yang 100 persen penduduknya beragama Islam seharusnya dimaklumi penggunaan pengeras suara yang keluar. Sebab, hal itu sebagai syiar Islam. Oleh karena itu, mungkin di peraturan tersebut perlu ada konsideran yang mengatur dan memberi kelonggaran menyangkut hal demikian," katanya (AntaraNews.com, 26/2/2022).
Bahkan, tokoh NU almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah menyinggung soal itu dalam tulisannya pada 40 tahun silam. Artikel yang dimuat TEMPO pada 20 Februari 1982 dengan judul "Islam Kaset dan Kebisingannya" itu agaknya masih relevan hingga kini.
Dalam artikel itu, Gus Dur menyitir ada "persembahan" berirama yang menampilkan suara lantang dan justru menjadi bagian integral dari upacara keagamaan: berjenis-jenis seruan untuk beribadat, dilontarkan dari menara-menara masjid dan atap surau.
Telaah - Polemik pengeras suara adzan dan "framing" ala medsos
Minggu, 27 Februari 2022 15:34 WIB