Denpasar (ANTARA) - Percaya atau tidak, pengaturan pengeras suara adzan di masjid/musholla sesungguhnya bukan hanya monopoli Indonesia, tapi juga di Malaysia, Arab Saudi, India, Mesir, Nigeria, Bahrain, dan sebagainya.
Dilansir dari Arab News (www.nu.or.id/23/8/2018), Arab Saudi mempunyai aturan ketat sejak 2015 yang hanya mengizinkan pengeras suara dipakai untuk keperluan azan, shalat Jumat, shalat Ied, dan shalat minta hujan. (Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/aturan-pengeras-suara-masjid-di-sejumlah-negara-KST9K).
Di Mesir, Menteri Wakaf Mohamed Gomaa melarang penggunaan pengeras suara masjid untuk menyiarkan shalat tarawih dan ceramah agama selama bulan suci Ramadan 2017, namun azan lewat pengeras suara tidak dilarang. Keputusan pemerintah Mesir melarang pengeras suara masjid digunakan untuk selain azan juga didukung oleh Universitas al-Azhar.
Terkait larangan sejak bulan Ramadan 2018 itu, Al-Azhar mengatakan pengeras suara bisa mengganggu pasien di rumah sakit atau manula dan sebabnya bertentangan ajaran Islam. Bahkan, Mesir melarang masjid menggunakan pengeras suara saat tarawih selama bulan suci Ramadhan.
Bahrain juga sama melarang penggunaan pengeras suara di masjid selain untuk adzan. Di Malaysia, aturan ihwal pengeras suara masjid bergantung pada negara bagian masing-masing. Penang, Perlis dan Selangor, termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan selain untuk adzan.
Di Uni Emirat Arab (UEA), Pemerintah setempat tidak menerbitkan ketentuan khusus mengenai pengeras suara masjid. Namun, UAE menggariskan suara adzan tidak boleh melebihi batas 85 desibel di kawasan pemukiman agar tidak mengganggu aktivitas warga setempat. Februari 2017, UEA menertibkan pengeras suara masjid di ibu kota Dubai melalui instruksi Departemen Urusan dan Kegiatan Amal Islam UEA (IACAD).
Di India, Pemerintah mengawasi penggunaan pengeras suara yang tak berizin di masjid-masjid. Aturan nasional antara lain membatasi volume pengeras suara di ruang publik menjadi maksimal 10 desibel di atas volume derau di sekitar atau 5dB di atas volume bunyi-bunyian di ruang pribadi. Aturan yang juga didukung ulama Islam India ini diterbitkan untuk menjamin ketertiban umum.