Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merupakan momentum penting dan bersejarah bagi bangsa Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dia mengapresiasi langkah pemerintah karena perjanjian ekstradisi tersebut menegaskan bahwa Indonesia menyatakan "perang" terhadap mafia.
"Karena selama ini kita kerap mendengar bahwa koruptor yang kabur ke Singapura bisa menjadikan negara itu 'safe heaven', namun sekarang tidak lagi. Sudah saatnya para koruptor dan pelanggar hukum lainnya dipaksa 'mudik'," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan perjanjian tersebut akan sangat memudahkan KPK dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi di Indonesia. Hal itu, menurut dia, karena Singapura sering menjadi pilihan para buronan untuk berlindung.
Baca juga: Perjanjian ekstradisi wujud wibawa kepemimpinan Presiden menguat
“Saya yakin, perjanjian ini akan menjadi bagian kemajuan dari sistem pemberantasan tindak pidana, khususnya korupsi di Indonesia," ujarnya.
Sahroni mengatakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura itu dapat mencegah dan memberantas para koruptor asal Indonesia lari ke Singapura.
Dia meyakini tugas KPK akan dimudahkan dengan penandatanganan perjanjian ekstradisi tersebut sehingga dirinya menyebut sebagai aturan yang "game changer".
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura untuk mencegah praktik korupsi lintas batas negara.
"Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme," kata Menkumham Yasonna H Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (25/1).
Baca juga: Akhirnya, Indonesia dan Singapura sepakati perjanjian ekstradisi
Yasonna mengatakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkan) selama 18 tahun ke belakang.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.