Bandung (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat menyatakan netralitas aparatur sipil negara (ASN) mendominasi jenis pelanggaran pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang berlangsung di delapan kabupaten/kota Provinsi Jabar.
"Kami telah menyelesaikan 202 perkara yang berasal dari temuan dan laporan dugaan pelanggaran di masa Pilkada Serentak 2020 di Jabar. Dan isu netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perkara yang mendominasi ditangani oleh kami," kata Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat Abdullah Dahlan, Jumat.
Menurut dia, dari 2020 perkara tersebut sebanyak 160 perkara dinyatakan sebagai pelanggaran pemilihan dan 42 perkara dihentikan karena bukan merupakan pelanggaran.
Ia menuturkan jenis pelanggaran pemilihan yang paling banyak terjadi ialah pelanggaran hukum lainnya yang meliputi pelanggaran netralitas ASN dan netralitas aparatur desa.
"Jadi pelanggaran jenis ini ada 52 perkara yang direkomendasikan Bawaslu Provinsi Jawa Barat kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)," kata dia.
Abdullah mengatakan pelanggaran netralitas ASN di antaranya memberikan dukungan melalui media sosial/masa, melakukan pendekatan/mendaftarkan diri pada salah satu partai politik, menghadiri kegiatan kampanye yang menguntungkan salah satu paslon dan mendukung salah satu paslon dalam kampanye.
Lalu beberapa diantaranya telah ditindaklanjuti dengan diberikannya sanksi berupa hukuman disiplin sedang, sanksi disiplin ringan dan sanksi moral berupa penyataan secara terbuka.
Berdasarkan data yang diterima, para ASN yang terlibat ialah dari unsur pejabat ASN, kepala kantor atau kepala dinas kepala bagian atau seksi sebanyak 13 orang, camat atau sekretaris kecamatan 15 orang, guru atau penilik atau pengawas sekolah 19 orang, staf ASN 10 orang, dokter atau perawat maupun bidan tiga orang, Satpol PP Kecamatan satu orang dan Kepala Sekretariat Panwascam satu orang.
Lebih lanjut Abdullah mengatakan selain netralitas ASN, Bawaslu Jabar juga menangani sembilan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan, diantaranya dua perkara telah diputus oleh Pengadilan Negeri Indramayu dan Pengadilan Negeri Cianjur hingga memiliki kekuatan hukum tetap (incraht).
Dugaan pelanggaran tindak pidana tersebut terkait dengan Kepala Desa melakukan tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu paslon (Pasal 188 UU Pemilihan) dengan sanksi pidana denda sebesar 4 juta subsider dua bulan kurungan.
Kemudian satu perkara terkait memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih (Pasal 187 A yat (1) UU Pemilihan) sedang dalam proses banding di Pengadilan Tinggi.
Adapun enam perkara lainnya masih dalam proses Penyidikan, Penuntutan serta ada yang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri.
Abdullah menambahkan juga terdapat 19 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dengan subjek pelaku pelanggaran yaitu 10 orang PPS, 10 orang Panwas Kecamatan, delapan orang PPK, satu orang PKD dan 1 orang anggota KPU tingkat kabupaten/kota.
"Dan hasil tindak lanjut penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu diantaranya berupa pemberhentian tetap, diberhentikan dari jabatannya, peringatan keras maupun peringatan tertulis," kata dia.
Baca juga: Bawaslu Jabar temukan dugaan pelanggaran netralitas ASN di Pilkada Tasikmalaya
Baca juga: Bawaslu Tasikmalaya dalami dugaan pelanggaran ASN tidak netral di Pilkada
Baca juga: Bawaslu tekankan agar ASN Karawang tidak berpolitik praktis