Jakarta (ANTARA) - Salah satu dosen dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB University tengah mengembangkan alat yang dapat mendiagnosis kemunculan penyakit Alzheimer secara dini.
"Secara ekonomi, alat ini memiliki nilai komersial yang sangat tinggi karena yang tersedia selama ini adalah impor sehingga sulit dijangkau dan memerlukan waktu untuk mendapatkannya," kata Dosen Divisi Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, IPB University Huda S Darusman melalui siaran pers dari IPB University yang diterima di Jakarta, Rabu.
Huda mengatakan alat diagnosis Alzheimer yang dikembangkan berbasis Enzyme Linked Immunoassay (Elisa) dalam negeri dapat memberikan manfaat baik secara saintifik maupun ekonomi.
Protein amyloid beta 42 sebagai bahan pembuatan alat diagnosis Alzheimer untuk manusia merupakan upaya strategis dikembangkan untuk menunjang diagnosis berupa uji penapisan terhadap marka yang merupakan penanda dini penyakit tersebut.
"Penapisan berbasis deteksi peptida atau protein itu dapat dilaksanakan secara efektif dan akurat melalui teknik Elisa yang mengoptimalkan bahan antibodi spesifik atau antibodi monoklonal terhadap peptida amyloid beta 42," kata Kepala Pusat Studi Satwa Primata IPB University itu.
Huda mengatakan penelitian tersebut dikembangkan melalui tahapan produksi monoklonal antibodi terhadap amiloid, purifikasi, konjugasi, dan selanjutnya akan diaplikasikan pada teknik Elisa untuk mendeteksi kadar amiloid pada monyet ekor panjang.
"Setelah itu dilakukan validasi dan verifikasi hasil dengan membandingkannya terhadap alat komersial. Alat yang kami hasilkan juga akan divalidasi untuk mendeteksi kadar amyloid pada sampel manusia. Harapan kami alat ini benar-benar dapat memberikan solusi riil untuk pengembangan penapisan Alzheimer," katanya.
Tingkat kesiapan teknologi dari penelitian ini adalah pada tingkat lima dan enam di akhir penelitian atau tahun ketiga penelitian.
Pada tahun terakhir penelitian diharapkan purwarupa antibodi monoklonal amyloid beta 42 sebagai kandidat imunoterapi dapat diujicobakan pada sampel primata dan terhadap sampel manusia, yaitu pasien yang memiliki latar belakang penyakit Alzheimer dan akumulasi peptida amyloid beta 42.
Pusat Studi Satwa Primata IPB University akan bekerjasama dengan rumah sakit atau lembaga kesehatan terkait untuk mendapatkan sampel uji asal manusia dan melakukan pengujian sesuai kaidah etika penelitian.
Tahapan tersebut akan mendapatkan data potensi dasar dari antibodi monoklonal terhadap peptida amyloid beta 42 tersebut. Data tersebut dapat disusun untuk dipresentasikan pada forum ilmiah nasional dan atau berpotensi sebagai bahan publikasi ilmiah di jurnal bereputasi internasional.
Selain itu, pengembangan alat tersebut juga diharapkan dapat berpartisipasi dalam upaya kemandirian bangsa dalam penelitian kesehatan, khususnya penyediaan bahan uji biologis untuk penelitian neurosains dan penyakit degeneratif.
Baca juga: IPB sebut "Food estate" berhasil jika berkelanjutan
Baca juga: Dosen IPB ciptakan obat pelangsing herbal Prolislim
Baca juga: Dosen IPB ciptakan inovasi garam sehat berbahan rumput laut