Jakarta (ANTARA) - Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan pihaknya melarang aksi unjuk rasa di sekitar Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, selama rapat permusyawaratan hakim untuk putusan sengketa Pemilihan Umum Presiden 2019.
Larangan tersebut disampaikan oleh Tito di Jakarta, Selasa, mengingat aksi unjuk rasa serupa terjadi pada tanggal 21- 22 Mei berakhir dengan kericuhan di depan Kantor Badan Pengawas pemilu RI, Jakarta. Kejadian ini mengganggu ketertiban umum.
"Saya tidak ingin itu terulang kembali, kebaikan yang kami lakukan, diskresi saya tidak ingin lagi disalahgunakan. Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa yang melanggar ketertiban publik," ujar Tito.
Tito mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar ada imbauan dari Pasangan Calon Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno agar massa pendukung tidak perlu hadir di MK.
Selain itu, Tito sudah menegaskan kepada jajaran Polda Metro Jaya dan intelijen untuk tidak memberikan izin unjuk rasa di depan MK, berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Di dalam Pasal 6 itu, ada lima yang tidak boleh, di antaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik, dan tidak boleh menganggu hak asasi orang lain, serta harus menjaga kesatuan bangsa," ujar Tito.
Ia menekankan kepada jajaran kepolisian agar tetap waspada terhadap aksi unjuk rasa yang mengganggu ketertiban publik, serta berkoordinasi dengan pihak TNI menyiapkan kurang lebih 45.000 pasukan pengamanan di sekitar MK dan melakukan penutupan jalan untuk menghindari intervensi pihak luar.
"Kalau tetap melaksanakan unjuk rasa, sepanjang mengganggu kepentingan publik, kami akan bubarkan," ujar Tito.
Baca juga: MK telah kirim surat panggilan untuk sidang putusan
Baca juga: Ridwan Kamil: Warga Jabar tak perlu datang ke sidang sengketa pilpres
Kapolri larang aksi unjuk rasa saat sidang putusan MK
Selasa, 25 Juni 2019 12:14 WIB