Bandung (ANTARA) - Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat bersama Yayasan Biruku Indonesia memperingati Hari Peduli Autisme Sedunia dalam sebuah acara Light It Up Blue di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (2/4/19) malam.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat (Sekda Jabar) Iwa Karniwa membuka secara resmi peringatan yang dilakukan secara global tiap tanggal 2 April. Menurut Iwa, hari peduli autisme ini merupakan momentum untuk membangun rasa empati kepada sesama, karena empati dan dukungan sangatlah penting bagi seorang autis agar selalu berkarya.
Sekda mengapresiasi seluruh pendidik dan orang tua yang senantiasa memberikan pendidikan inklusif kepada anak-anak autis. Iwa pun terjun langsung memberikan empati kepada anak autis di tengah keterbatasan dana dan fasilitas.
“Ini semua dalam rangka untuk apresiasi kepada orang tua yang secara terus-menerus, bahu-membahu, mendidik anaknya sehingga akhirnya dengan pendidikan khusus tersebut (anak autis) bisa mendekati normal,” kata Iwa ditemui usai membuka acara.
Hal yang penting dilakukan saat ini, lanjut Iwa, semua stakeholder berada dalam satu atmosfer untuk menghadirkan rasa empati itu kepada orang tua dan anak autis.
“Dengan demikian semua warga, apapun kondisinya, ikut berkontribusi memajukan Jawa Barat,” tandasnya.
Bisa Ditangani Sejak Dini
Pada acara yang sama, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya berharap momentum Hari Peduli Autisme Dunia ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Menurutnya, selama HPK orang tua harus senantiasa mengawasi perkembangan anaknya, bahkan dimulai sejak masih janin. Sehingga ketika anaknya terdeteksi autis orang tua dapat mempersiapkan diri dengan pola asuh yang tepat dan perhatian khusus lainnya.
“Saya berharap sesungguhnya kegiatan-kegiatan seperti ini mampu untuk menghadirkan kepedulian masyarakat, termasuk juga bagaimana awareness masyarakat terkait pentingnya HPK, seribu hari pertama kehidupan dalam keluarga. Bahwa anak semenjak masih janin harus terus diawasi perkembangannya sampai minimal dua tahun dan seterusnya. Jadi pola asuh bagi keluarga itu sangat penting sekali,” ujar Atalia.
“Dan ketika ada anak-anak yang terdeteksi autis, itu sesungguhnya ketika mereka mendapatkan perhatian secara khusus dari orang tua, kemudian mereka juga mendapatkan juga terapi-terapi tertentu dari para terapis, mereka sebetulnya bisa pada akhirnya kembali berkomunikasi dengan teman-temannya,” sambungnya.
Atalia menyebutkan, Tim Penggerak PKK terus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak seperti pemerintah daerah dan komunitas untuk menjangkau penyandang disabilitas, termasuk autisme.
“Saat ini kami juga bekerja sama dengan dinas-dinas terkait, bagaimana kita melakukan pendataan. Kemudian juga kami melakukan berbagai pelatihan termasuk juga pelatihan kepada orang tua,” kata Atalia.
Pada akhirnya, anak-anak autis tersebut kemudian dirangkul agar dapat tidak terasingkan dari pergaulan sosial. “Ini supaya mereka bisa didekatkan kepada kehidupan masyarakat. Mereka juga bisa melakukan hal-hal bersama masyarakat secara normal,” kata Atalia.
Pada peringatan Hari Peduli Autisme Dunia, Yayasan Biruku Indonesia memberikan penghargaan kepada beberapa aktivis sosial sebagai bentuk apresiasi atas apa yang telah dilakukan.
Penghargaan sebagai Tokoh Peduli Disabilitas Jawa Barat kepada Atalia Praratya, Elly Rosita Karniwa (Ibu Peduli Disabilitas Jawa Barat), Ester Miory Dewayani (Birokrat Peduli Disabilitas Jawa Barat), Setiawan Sabana (Akademisi Peduli Disabilitas Jawa Barat), serta Asep Hilman (Tokoh Pendidikan Peduli Disabilitas Jawa Barat).
Ada pula penerima penghargaan sebagai narasumber diklat pendampingan peserta didik autisme roadshow bertajuk “It’s All About Autism”, yakni kepada Zahara, Yoga Budhi Santoso, dan Hendra Rades Puluma.