Cianjur (Antaranews Jabar) - Aliansi Masyarakat untuk Penegakan Hukum (Ampuh) Cianjur, Jawa Barat, menilai aliran dana kasus suap dan pemerasan terkait dana alokasi khusus (DAK) pendidikan diduga kuat tidak bermuara di Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar (IRM).
"Aliran dana tersebut diperkirakan masuk ke sejumlah nama dan akan digunakan untuk agenda politik dalam pemenangan pemilu 2019," kata Presidium Ampuh Cianjur Yana Nurjaman pada wartawan, Minggu.
Bahkan praktek mahar untuk alokasi pembangunan ruang kelas sudah terjadi setiap tahun anggaran, kepala sekolah dengan sukarela memberikan bagian dengan harapan mendapatkan alokasi pada tahun selanjutnya.
Dia menyebutkan, dana yang terkumpul tidak bermuara atau berakhir di Irvan Rivano Muchtar, namun berahir di satu nama dengan tujuan untuk pemenangan satu parpol pada pemilu 2019.
Tradisi suap tersebut sudah menjadi kebiasaan, bahkan beberapa orang kepala sekolah menilai pemberian tersebut hal yang lumrah, karena jika tidak, mereka tidak akan mendapat alokasi atau dipindahkan dari jabatan saat ini.
"Tersangka keempat kasus OTT, Cepy Sethiady merupakan saksi kunci mengungkap aliran dana tersebut berakhir dimana, karena tugas Cepy selama ini menyetorkan dana yang terkumpul ke orang terakhir yang akan digunakan untuk pemenangan partai yang dipimpinnya," kata Yana.
Pihaknya akan mendukung penuh setiap pergerakan KPK untuk mengungkap kasus yang memang terjadi hampir di setiap tahun anggaran.
Sementara pemotongan anggaran pendidikan di lingkungan Disdik Cianjur, sudah terjadi sejak lama, dibenarkan seorang mantan pejabat yang menolak namanya dicantumkan. "Pemotongan itu paling parah dan sangat berani terjadi tahun ini," katanya.
Ruang kelas yang dibangunsaat ini terbanyak dibandingkan kepala dinas sebelum Cecep Sobandi, sehingga pemotongan yang diberikan untuk penguasa lebih tinggi, namun menjadi beban yang cukup berat untuk ratusan kepala sekolah.
Kepala sekolah dibebankan dalam banyak hal, mulai dari fee 15 persen dari DAK untuk fisik gedung, hingga dana sebesar Rp 10 juta sampai Rp 20 juta penguatan agar tidak dicopot atau dipindahkan dari jabatan kepala sekolah.
"Termasuk pungutan dana sebesar Rp3 juta sampai Rp4 juta untuk pemenangan seorang calon dari parpol tertentu ke pusat yang sangat dekat dengan kepala dinas," katanya.