Penulis : Berlian Helmy *)
Maraknya berita di media sosial tentang berbagai peristiwa politik yang terjadi akhir-akhir ini menjelang pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 memicu kontroversi di kalangan masyarakat maupun politikus dalam menggalang dukungan dari para calon pemilih.
Usaha menggalang dukungan sebesar besarnya dan memperlebar pengaruh seluas-luasnya saat menyongsong Pemilihan Umum Presiden dalam upaya meraih kemenangan salah satu pasangan calon yang diidam-idamkan.
Pesta Demokrasi 2019 juga akan digelar bersamaan dengan Pemilu Legislatif guna memilih ratusan calon anggota DPR RI, ratusan calon anggota DPD RI, calon anggota DPRD Provinsi dan calon anggota DPRD Kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang jumlah totalnya mencapai jutaan orang.
Tidak dapat dipungkiri kondisi pemberitaan yang tersebar bersifat simpang siur yang memungkinkan dikhawatirkan akan mengganggu kualitas demokrasi dan kepercayaan publik.
Tidak dapat dihindari pula kondisi semacam ini dapat terjadi karena minimnya literasi masyarakat terhadap data dan informasi yang sebenarnya dalam setiap peristiwa politik tersebut. Tingkat kesadaran masyarakat dan para politikus dalam hal ini bisa dipertanyakan ketika informasi yang disebarkan pada ujungnya menjurus kontraproduktif.
Banyak elite politik maupun masyarakat yang memanfaatkan kesempatan dengan menggunakan media sosial untuk meraih peluang namun hasilnya justru akan bertolak belakang dengan semangat demokrasi.
Bahayanya jika konten informasi yang terkandung dalam media sosial saling menuding, akan menggiring opini publik yang mengarah pada perpecahan dan saling ketidakpercayaan.
Untuk itu, media diharapkan dapat melakukan check and supervise pada berbagai bentuk permasalahan serta peristiwa yang terjadi khususnya guna menjaga stabilitas politik.
Media sebagai salah satu pilar demokrasi harus berperan aktif dalam menyukseskan ritual politik dalam tahun politik sekarang ini.
Dalam menjamin terwujudnya stabilitas politik, media punya andil besar guna menentukan keberhasilan pesta demokrasi. Proses penyampaian informasi, media diharapkan mampu memberikan pengaruh kuat untuk membawa pandangan masyarakat kearah yang lebih baik sehingga menghindari kontroversi ataupun konflik.
Dalam perkembanganya, media memiliki dua jalur penyampaian, yaitu secara mainstream, berupa media konvensional seperti koran, majalah, radio, televisi, dan secara internet of things berupa media sosial seperti instagram, facebook, twitter dan lain sebagainya.
Informasi yang diperoleh dari kedua jalur media tersebut bersifat resmi dan non resmi. Cara penyampaian informasi tersebut juga jauh berbeda dengan cara akses yang dianggap lumayan mudah dan rumit.
Pemerintah lebih cenderung menggunakan media mainstream, sementara politisi dan masyarakat lebih ke media internet of things. Perbedaan cara penyampaian informasi dari kedua jalur media tersebut membuat kesenjangan validitas sumber berita, yang mengakibatkan kontroversi.
Memasuki tahun politik sekarang ini, media berperan penting untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, namun terkadang pemanfaatan media dalam penyampaiannya tidak seperti yang diharapkan atau tidak sesuai dengan fakta lapangan.
Banyak informasi hoax, fake news, hatred terhadap isu-isu tertentu di politik yang beredar akibat mudahnya akses yang digunakan oleh berbagai kalangan di masyarakat sehingga menimbulkan konflik dan perpecahan dalam ranah masyarakat tersebut.
Politikus dalam penyampaian aspirasinya kepada masyarakat luas juga sangat gambling namun validasi sumber data dan informasinya simpang siur sehingga membuat lawan politiknya mudah mengintervensi.
Hal yang perlu dilakukan oleh media adalah mengontrol kebijakan cara kerja dalam penyampaian informasi yang mereka dapatkan, terutama dalam menyampaikan informasi politik. Karena bagaimanapun media sebagian dipegang dan diakses secara terus-menerus oleh masyarakat.
Kontrol media secara total dalam mengawasi dan meninjau gerak gerik para politikus maupun masyarakat secara benar sesuai fakta di lapangan, diarahkan untuk tidak melanggar etika dan tidak berpihak pada salah satu kepentingan politik dari dari salah satu kubu calon. Sebagai sarana politik, konten media seharusnya memberikan beragam informasi yang positif.
Bagaimana peran media sesungguhnya agar mampu menciptakan iklim politik yang kondusif? Informasi yang disebarkan melalui media hendaknya membangun opini publik yang positif. Dalam hal ini, konten media harus bersifat netral.
Menjelang tahun politik, kesadaran masyarakat dan para politikus terhadap data (data literacy), terhadap manusia (human literacy), dan kesadaran teknologi (techno literacy) perlu segera dibangun. Kesadaran data mengutamakan kebenaran dan keabsahan sumber data.
Kesadaran manusia dalam interaksi sosial mengedepankan harmonisasi, dan kesadaran teknologi mengutamakan penguasaan pemanfaatan teknologi informasi secara beretika.
Ketiga hal ini merupakan modalitas utama untuk menciptakan proses politik yang bertanggung jawab. Jika ketiga hal ini terpenuhi, dapat dipastikan Indonesia akan berhasil menuju politik 4.0 yakni di mana tercipta keseimbangan positif antara penyediaan sumber data dan informasi yang valid, didukung dengan hubungan antarsesama manusia yang harmonis, serta penggunaan sarana teknologi informasi komunikasi yang bijak.
*) Penulis adalah Direktur Pengkajian Idiologi dan Politik, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI