Bandung (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Buky Wibawa Karya Goena berharap ajang Badan Kehormatan (BK) Award yang kembali digelar pada 2025 ini, bukan sekedar seremonial.
Menurut Buky, BK Award DPRD Jabar yang diselenggarakan lagi setelah vakum dari 2021 akibat COVID-19 dan dinamika tahun politik, menjadi momentum krusial untuk menularkan energi positif dalam perbaikan kualitas kinerja para wakil rakyat.
"Saya berharap penghargaan BK Award ini tidak berhenti sebagai pencapaian personal, melainkan menjadi energi positif yang menular, energi yang menggerakkan seluruh anggota DPRD Jawa Barat untuk terus meningkatkan kualitas kinerjanya, dan saya mendukung penuh keberlanjutan program BK Award," kata Buky di Bandung, Sabtu.
Menurut Buky, kembalinya BK Award pada 2025 menjadi penanda penting bahwa integritas dan kedisiplinan kembali menjadi sorotan utama di lembaga legislatif tersebut.
Penilaian terhadap para legislator tersebut, lanjut Buky, tidak dilakukan secara instan, di mana Badan Kehormatan DPRD Jawa Barat telah melakukan rangkaian penilaian objektif, terukur, dan akuntabel sejak September 2024.
Penilaian tersebut mencakup kategori anggota dengan nilai kumulatif tertinggi, terbaik di masing-masing fraksi, serta apresiasi bagi fraksi dan komisi yang menunjukkan kinerja optimal dalam tahun sidang ini.
Lebih jauh, Buky menekankan bahwa indikator penilaian melampaui sekadar presensi atau kedisiplinan administratif. Ajang ini mengukur seberapa jauh DPRD Jawa Barat berupaya mewujudkan fungsi representasi dan pengawasan dengan penuh tanggung jawab di tengah tuntutan publik yang kian kritis.
"Di dalam sistem demokrasi kita, BK DPRD Jawa Barat berdiri sebagai penjaga etika, sebagai instrumen vital yang memastikan bahwa kehormatan dan martabat lembaga legislatif tetap terjaga," ujarnya.
Bagi Buky, integritas adalah modal utama dan kedisiplinan adalah pondasi untuk membangun pemerintahan yang baik (good governance).
Oleh karena itu, ia memandang BK Award sebagai pengingat bahwa kinerja yang baik harus dirawat dan dijadikan budaya kelembagaan, bukan sekadar tuntutan regulasi.
