Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan komoditas beras mencatat deflasi menjadi bukti bahwa intervensi pangan pemerintah berjalan efektif dalam menjaga stabilitas harga, melindungi konsumen, serta memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga di seluruh Indonesia.
"Intervensi stabilisasi perberasan yang dilakukan Perum Bulog berdasarkan penugasan dari Badan Pangan Nasional, memberi andil terhadap situasi perberasan tersebut," kata Arief sebagaimana keterangannya di Jakarta, Kamis.
Diketahui, komoditas beras menjadi salah satu komponen yang memiliki andil dalam menjaga inflasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September 2025 berada di level 2,65 persen secara tahunan. Inflasi umum ini naik dari Agustus yang berada di 2,31 persen.
Meski demikian, BPS menyebut beras mulai mengalami penurunan harga dan terjadi deflasi secara bulanan di angka 0,13 persen. Hal itu memberikan kontribusi yang signifikan dalam meredam laju inflasi secara nasional.
"Penurunan harga beras dipengaruhi masa panen gadu di beberapa wilayah, sehingga pasokan gabah meningkat di beberapa wilayah. Di sisi lain, penggunaan stok gabah di penggilingan cukup banyak dari sebelumnya, sehingga penggilingan menggunakan stok gabah yang ada," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah di Jakarta.
Habibullah menyebut terjadi penyesuaian harga beras sebagai imbas penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Tiga faktor itu diperkirakan menjadikan penyebab penurunan harga beras baik di penggilingan, grosir maupun eceran.
Dalam rilis BPS mengungkapkan secara historis dalam empat tahun terakhir (2021-2024), secara umum beras di setiap bulan September mengalami inflasi. Namun di September 2025, beras mengalami deflasi dan memberikan andil sebesar 0,01 persen.
