Berikut akan disampaikan secara singkat profil para penampil tersebut berdasarkan urutan abjad.
15. Radio Cos (Spain)
Radio Cos menampilkan musik yang riang dan penuh energi dengan gaya Gailcian, yang dipadu oleh ritme dari pandeiro dan tamborin.
Xurxo Fernandes dan Quique Peon, sebagai pentolannya, yang sudah mendalami rekaman tentang etnographi lebih dari 30 tahun. Radio Cos mencampuradukkan musik dari masa lalu dan masa depan.
Musiknya pun disusun oleh kekuatan dan kesenangan, dimana dibalik itu ada kisah-kisah pedih dari kaum minoritas dalam menanggung penderitaan dan menggapai kejayaan.
16. Romengo (Hungary)
Romengo memainkan musik gipsi rakyat Hungaria yang mengacu ke tradisi namun dengan perulangan yang tetap. Dua album Romengo masuk dalam 10 rekaman terbaik dari tangga musik Eropa pada 2011 dan 2014.
Vokalis solo Romengo, Mónika Lakatos meraih penghargaan the Anna Lindh pada 2007, penghargaan dari Parallel Cultures tahun 2013 dan For the Ethnic Minority tahun 2014.
17. Spiro (UK)
Sejumlah prestasi telah diraih oleh Spiro. Seperti dari BBC Radio 2 Folk Awards 2016, Spiro masuk nominasi track asli terbaik untuk lagu The Vapourer. Kemudian, nominasi dari Songlines World Music Awards 2016.
Peter Gabriel berkata, Spiro menghasilkan musik yang penuh perasaan, menggairahkan. "Aku menyukainya," kata Peter Gabriel.
Spiro mendefinisikan ulang musik rakyat Inggris dari pinggiran secara minimalis.
18. Svara Samsara (Indonesia)
Lima pemain perkusi yang menunjukkan kekayaan nada dari musik perkusi tradisional Indonesia.
Pada awal 90-an, almarhum Innisisri, pemain perkusi terkenal Indonesia, membuat konsep musik Kahanan untuk menciptakan karya berdasarkan hasil eksplorasi perkusi etnis yang digelutinya dan dimainkan dengan gabungan/campuran alat perkusi tradisional Indonesia dan alat perkusi lain.
Ketika Tahun 1994 Innisisri mengeksplorasi musik perkusi Banyuwangi dia tertarik oleh seni hadrah kuntulan dimainkan dengan rebana khas Banyuwangi. Sedangkan irama yang digunakan hadrah kuntulan adalah irama silang (cross rhythm) dan poly rhythm atau irama banyak.
Kekhasan lain dalam kesenian hadrah kuntulan ini ialah iramanya yang mempunyai karakter keras, agresif dan menyentak bahkan saat tampil, para pemain musiknya terlihat seolah bahu membahu menciptakan nada yang dinamis dan penuh semangat sehingga wajar kalau disebut musik cadas khas Banyuwangi bahkan sesekali kita harus menutup telinga karena saking begitu keras suaranya, ditambah para pemain jidornya yang kadang seperti kesurupan saat bermain. Lagu-lagunya pun tidak selalu Islami, namun juga banyak memasukkan lagu-lagu daerah dan kadang lagu pop yang sedang populer saat ini.
Dengan tema "Rhythm of the East", Kahanan Innisisri menjadi booming dan menginspirasi sebagian musisi/seniman di Indonesia dalam karya2 mereka.
Kolaborasi Innisisri bersama seniman Banyuwangi ini sampai di Belanda tahun 2001.
19. Taiwu Ancient Ballads Troupe (Taiwan)
Musik mereka mendeskripsikan musik dari surga yang mengarahkan untuk melihat pegunungan dan merasakan kesegarannya.
The Taiwu Ancient Ballads Troupe adalah alumni dari the Taiwu Elementary School di Taiwu Township of Pingtung County, Taiwan, yang dekat dengan North Dawu Mountain.
Pentolan mereka, Camake Valaule, memulai menghimpun lagu-lagu kuno di wilayah itu yang diteruskan turun temurun dari mulut ke mulut.
20. The Chipolatas (UK/Australia)
The Chipolatas menyebut diri sendiri "Gentlemen of the Road", dimana atraksi sirkus dan teater diiringi musik live. Hasilnya adalah keajaiban. Mereka menggabungkan sirkus dengan musik yang dinamis, tarian, kata-kata dan tingkah polah, menyusun tradisional dengan gaya kontemporer, hiphop dan jalanan. RWMF kali ini adalah penampilan mereka yang kedua kalinya.
21. Ilu Leto (Sarawak)
Ilu Leto, terdiri dari enam perempuan asal Sarawak yang memainkan sape', alat musik tradisional setempat. Ilu Leto sendiri artinya adalah Kami, para Perempuan, dalam bahasa Kenyah. Terdiri dari Alena Murang, Elizabeth Bungan Peter, Munirih Jebeni, Rosemary Colony Anak Joel Dunstan, Nurul Syafiqah (Iqa), Tasneem Bolhassan, yang merupakan asli dari Borneo. Mereka mendedikasikan untuk menggali dan berbagi musik tradisional asal Borneo, yang dikombinasikan dengan musik dan tarian masyarakat Kenyah, Kelabit dan Iban.
15. Radio Cos (Spain)
Radio Cos menampilkan musik yang riang dan penuh energi dengan gaya Gailcian, yang dipadu oleh ritme dari pandeiro dan tamborin.
Xurxo Fernandes dan Quique Peon, sebagai pentolannya, yang sudah mendalami rekaman tentang etnographi lebih dari 30 tahun. Radio Cos mencampuradukkan musik dari masa lalu dan masa depan.
Musiknya pun disusun oleh kekuatan dan kesenangan, dimana dibalik itu ada kisah-kisah pedih dari kaum minoritas dalam menanggung penderitaan dan menggapai kejayaan.
16. Romengo (Hungary)
Romengo memainkan musik gipsi rakyat Hungaria yang mengacu ke tradisi namun dengan perulangan yang tetap. Dua album Romengo masuk dalam 10 rekaman terbaik dari tangga musik Eropa pada 2011 dan 2014.
Vokalis solo Romengo, Mónika Lakatos meraih penghargaan the Anna Lindh pada 2007, penghargaan dari Parallel Cultures tahun 2013 dan For the Ethnic Minority tahun 2014.
17. Spiro (UK)
Sejumlah prestasi telah diraih oleh Spiro. Seperti dari BBC Radio 2 Folk Awards 2016, Spiro masuk nominasi track asli terbaik untuk lagu The Vapourer. Kemudian, nominasi dari Songlines World Music Awards 2016.
Peter Gabriel berkata, Spiro menghasilkan musik yang penuh perasaan, menggairahkan. "Aku menyukainya," kata Peter Gabriel.
Spiro mendefinisikan ulang musik rakyat Inggris dari pinggiran secara minimalis.
18. Svara Samsara (Indonesia)
Lima pemain perkusi yang menunjukkan kekayaan nada dari musik perkusi tradisional Indonesia.
Pada awal 90-an, almarhum Innisisri, pemain perkusi terkenal Indonesia, membuat konsep musik Kahanan untuk menciptakan karya berdasarkan hasil eksplorasi perkusi etnis yang digelutinya dan dimainkan dengan gabungan/campuran alat perkusi tradisional Indonesia dan alat perkusi lain.
Ketika Tahun 1994 Innisisri mengeksplorasi musik perkusi Banyuwangi dia tertarik oleh seni hadrah kuntulan dimainkan dengan rebana khas Banyuwangi. Sedangkan irama yang digunakan hadrah kuntulan adalah irama silang (cross rhythm) dan poly rhythm atau irama banyak.
Kekhasan lain dalam kesenian hadrah kuntulan ini ialah iramanya yang mempunyai karakter keras, agresif dan menyentak bahkan saat tampil, para pemain musiknya terlihat seolah bahu membahu menciptakan nada yang dinamis dan penuh semangat sehingga wajar kalau disebut musik cadas khas Banyuwangi bahkan sesekali kita harus menutup telinga karena saking begitu keras suaranya, ditambah para pemain jidornya yang kadang seperti kesurupan saat bermain. Lagu-lagunya pun tidak selalu Islami, namun juga banyak memasukkan lagu-lagu daerah dan kadang lagu pop yang sedang populer saat ini.
Dengan tema "Rhythm of the East", Kahanan Innisisri menjadi booming dan menginspirasi sebagian musisi/seniman di Indonesia dalam karya2 mereka.
Kolaborasi Innisisri bersama seniman Banyuwangi ini sampai di Belanda tahun 2001.
19. Taiwu Ancient Ballads Troupe (Taiwan)
Musik mereka mendeskripsikan musik dari surga yang mengarahkan untuk melihat pegunungan dan merasakan kesegarannya.
The Taiwu Ancient Ballads Troupe adalah alumni dari the Taiwu Elementary School di Taiwu Township of Pingtung County, Taiwan, yang dekat dengan North Dawu Mountain.
Pentolan mereka, Camake Valaule, memulai menghimpun lagu-lagu kuno di wilayah itu yang diteruskan turun temurun dari mulut ke mulut.
20. The Chipolatas (UK/Australia)
The Chipolatas menyebut diri sendiri "Gentlemen of the Road", dimana atraksi sirkus dan teater diiringi musik live. Hasilnya adalah keajaiban. Mereka menggabungkan sirkus dengan musik yang dinamis, tarian, kata-kata dan tingkah polah, menyusun tradisional dengan gaya kontemporer, hiphop dan jalanan. RWMF kali ini adalah penampilan mereka yang kedua kalinya.
21. Ilu Leto (Sarawak)
Ilu Leto, terdiri dari enam perempuan asal Sarawak yang memainkan sape', alat musik tradisional setempat. Ilu Leto sendiri artinya adalah Kami, para Perempuan, dalam bahasa Kenyah. Terdiri dari Alena Murang, Elizabeth Bungan Peter, Munirih Jebeni, Rosemary Colony Anak Joel Dunstan, Nurul Syafiqah (Iqa), Tasneem Bolhassan, yang merupakan asli dari Borneo. Mereka mendedikasikan untuk menggali dan berbagi musik tradisional asal Borneo, yang dikombinasikan dengan musik dan tarian masyarakat Kenyah, Kelabit dan Iban.