Bandung (ANTARA) - Bandung AIDS Coalition (BAC) menyatakan program pencegahan dan penanggulangan HIV di Kota Bandung, tidak dilakukan Pemerintah Kota Bandung dan BAC saja.
"Kami berkolaborasi erat dengan organisasi masyarakat sipil, tokoh agama, komunitas, akademisi, serta media untuk memastikan program berjalan secara inklusif, efektif, dan tidak melanggar nilai-nilai lokal," kata Agung Dhitya Santosa dari BAC melalui siaran persnya yang diterima, Selasa.
Karena itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan, dan sebaliknya ikut serta dalam menyebarkan edukasi yang benar mengenai HIV dan AIDS.
BAC juga mengadakan program penanggulangan HIV di Kota Bandung dengan tujuan utamanya adalah menekan infeksi baru, meningkatkan deteksi dini, dan memastikan setiap orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) mendapatkan pengobatan dan dukungan tanpa stigma dan diskriminasi.
Agung menegaskan HIV saat ini dapat menjangkau siapa pun, tanpa memandang latar belakang dengan penularan melalui pertukaran cairan tubuh tertentu seperti darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu (yang sudah tertular HIV kepada bayinya).
Saat ini, pendekatan program memang menyasar empat populasi kunci yang berisiko tinggi, yaitu LSL, transpuan, pengguna napza suntik, dan pekerja seks. Strategi ini sesuai rekomendasi WHO dan UNAIDS serta disesuaikan dengan target dari Global Fund sebagai lembaga donor.
Pemerintah Kota Bandung dan BAC juga berkomitmen terhadap target global triple 95, yakni 95 persen ODHIV mengetahui statusnya, 95 persen dari mereka mengakses pengobatan antiretroviral (ARV), dan 95 persen dari yang diobati mencapai viral load tidak terdeteksi sehingga membantu untuk tidak menularkan virus.
Terakhir, BAC menjelaskan bahwa peningkatan angka kasus HIV bersifat akumulatif, sehingga wajar jika jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun, meski sebagian besar kasus telah tertangani.