Jakarta (ANTARA) - Praktisi bidang Macro & Fixed Income pada PT Mega Capital Indonesia Lionel Priyadi menilai penting menjaga stabilitas rupiah agar tidak memperburuk gejolak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan mempertahankan kepercayaan investor di pasar keuangan nasional.
Lionel mengatakan bila nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa dijaga stabil dalam hal ini tidak melemah melewati angka Rp16.900 per dolar AS, maka tekanan terhadap pasar saham tidak akan terlalu buruk.
"Bila BI (Bank Indonesia) berhasil menjaga Rupiah di bawah Rp16.900 maka koreksi mungkin tidak seburuk yang ditakutkan," kata Lionel dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Diketahui, IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa pagi, bergerak turun mengikuti pelemahan bursa saham global imbas kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
IHSG dibuka melemah 596,33 poin atau 9,16 persen ke posisi 5.914,28. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 92,61 poin atau 11,25 persen ke posisi 651,90.
Merespons hal itu, Lionel mengatakan penghentian sementara perdagangan efek (trading halt) yang terjadi hari ini merupakan dampak akumulasi libur Lebaran Idul Fitri 2025, di mana selama masa tersebut pasar global mengalami koreksi tajam akibat kekacauan tarif yang dipicu kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
"Trading halt hari ini merupakan efek akumulasi libur lebaran, dimana selama libur pasar global mengalami koreksi yang dalam akibat kekacauan tarif Trump," ujarnya.
Ia memperkirakan koreksi IHSG masih bisa berlanjut dalam beberapa hari ke depan, namun dengan laju yang lebih lambat, dan target teknikal selanjutnya diprediksi berada di kisaran level 5.700.
Namun, koreksi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Bank Indonesia dalam menjaga Rupiah tetap stabil di bawah level 16.900, agar dampaknya terhadap pasar tidak menjadi lebih buruk dari yang dikhawatirkan.
Dihubungi terpisah, Research Analyst PT Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai turunnya IHSG hal wajar dan sudah masuk pada perkirakan sebelumnya bahwa akan ada trading halt seiring dengan turunnya pasar saham global akibat pengumuman tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap semua negara.
"Sudah diperkirakan sebelumnya akan ada trading halt hari ini seiring dengan jebloknya pasar saham global akibat pengumuman tarif timbal balik reciprocal tariffs dari Pemerintahan Trump (Presiden Amerika Serikat) terhadap semua negara," kata Arjun.
"Itu dari sentimen global yang semakin tidak pasti. Itu yang membuat pasar saham IHSG jeblok hari ini," tambah Arjun.
Dia juga menuturkan, jika dari sisi global membaik, maka IHSG akan naik pula. Baginya, turunnya IHSG hari ini bukan hanya dialami Indonesia tetapi seluruh pasar global juga jeblok. Namun, menurutnya saat ini kondisi tersebut mulai pulih dari titik terendah.
"Pasar sudah mulai pulih dari titik rendah tadi pagi," tambahnya.
Sementara itu, analis pada Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya mengatakan kekhawatiran pasca liburan panjang yang didera oleh pergolakan market global maupun regional serta banyaknya berita negatif, sedikit banyak memberikan dampak terhadap pembukaan IHSG di hari ini.
"Sejatinya dari rilis data perekonomian dan Laporan Keuangan (LK) perusahaan tercatat (emiten) kondisi stabil," kata William.
Menurutnya, pemahaman tentang hal tersebut mesti lebih ditekankan tanpa mengabaikan faktor risiko.
"Momentum semakin banyak yang dapat dimanfaatkan oleh investor," kata William.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Praktisi: Stabilitas rupiah perlu agar tidak memperburuk gejolak IHSG